Selain belajar tentang pengertian dan pembagian i’rob, kita juga harus mempelajari keadaan i’rob, yaitu i’rob taqdiri, lafdzi, mahalli. Masih ingat apa itu i’rob? I’rob yaitu perubahan (harakat) pada akhir lafadz/kalimah. Itu semua karena adanya amil tertentu yang memasuki kalimah tersebut.
Sebagaimana yang kita ketahui bahwasannya ada 4 macam i’rob, yaitu rofa’, nashob, jar, dan jazm. Perubahan kalimah di setiap i’rob tersebut tidak sama dan tergantung keadaannya. Ada yang secara lafadz (lafdzi), dikira-kirakan (taqdiri), atau menempati posisi i’rob (mahhalli).
Lantas, bagaimana perbedaan dan penerapannya? Berikut penjelasannya:
I’rob Lafdzi (لفظي)
Lafdzi artinya secara lafadz. Perubahan dalam siatu kalimah sangat nampat jelas, yakni di akhir lafadz. Yang berubah adalah harakat (cara membacanya) karena masuknua suatu amil dalam kalimah. Biasanya, ini berlaku pada kalimah yang bersifat mu’rob dan bukan diakhiri huruf illat (mu’tal akhir). Perhatikan contoh di bawah ini:
خَرَجَ الأُسْتَاذُ مِنَ الْفَصْـلِ
Artinya: guru keluar dari kelas
Ada empat kalimah dari rangkaian contoh di atas, yaitu:
خَرَجَ , merupakan fiil madhi mabni fathah
الأُسْتَاذُ , merupakan pelaku atau fail, menjadi marfu’, dan alamatnya adalah dhommah
مِنَ , termasuk huruf jar. Fungsinya yaitu menjadikan kalimah isim sebagai majrur
الْفَصْـلِ , menjadi isim majrur. Ada dua alasan, yaitu masuknya huruf jar dan ditandai dengan harakat kasroh
Jadi, kesimpulannya adalah kalimah-kalimah di atas menjadi mu’rob lafdzy karena tanda (harakatnya) tampak dan jelas.
I’rob Taqdiri (تقديري)
I’rob taqdiri merupakan lawan dari i’rob lafdzy. Dalam keadaan ini, tanda i’robnya tidak jelas langsung terlihat di akhir lafadz. Sebaliknya, tanda tersebut dikira-kirakan. Jadi, ini sangat berbeda dengan i’rob lafdzi yang menampakkan tandanya secara jelas. Contoh:
جَاءَ القَاضِي
رَأيْتُ القَاضِي
مَرَرْتُ بِالقَاضِي
Apakah ada yang berbeda dari kalimah al-qoodhy di atas? Tidak ada. Semuanya sama dari segi cara baca (harakat). Namun, kedudukan ketiganya tidak sama. Ada yang menjadi marfu’, manshub, dan majrur.
Secara umum, seharusnya ketika rofa’ maka harakat akhirnya adalah dhommah, nashob dengan harakat fathah, dan jar dengan harakat kasroh. Hanya saja, itu tidak terlihat karena taqdiri.
Di akhir lafadz tidak terdapat harokat. Ini karena القَاضِي merupakan isim manqush. Maksudnya adalah adanya ya’ manqushoh di akhir lafadz dan sebelumnya ditandai kasroh.
Maka, cara mengi’robkannya (contoh: القَاضِي جَاءَ ) yakni:
جَاءَ merupakan fiil madhi mabni fathah. القَاضِي merupakan fa’il yang menjadi marfu’. القَاضِي termasuk isim manqush, sehingga tanda rofa’nya (dhommah) dikira-kirakan.
I’rob Mahalli (محلّي)
Yang terakhirbadalah i’rob mahalli. Keadaan i’rob ini tidak mengalami perubahan harakat (tandanya tidak jelas) dan juga tidak dikira-kirakan. Keadaan semacam ini hanya bisa terjadi pada kalimah yang mabni.
Kenapa demikian? Ini karena tidak terjadi perubahan harakat pada kalimah mabni baik ketika marfu’, manshub, majrur, ataupun majzum. I’robnya berupa i’tibar yang juga disebut dengan keadaan mahalli. Perhatikan contoh di bawah ini:
جَاءَ هَؤُلَاءِ التَلَامِيْذُ
أنَتُمْ تَجْلِسُوْنَ عََلَى الكُرْسِي
Dari contoh di atas, ada dua kalimah yang seharusnya menjadi marfu’ (dengan ditandai dhommah). Namun, keduanya tidak berubah (tetap bentuk dan cara bacanya) sesuai hukum mabni.
Dua kalimah tersebut yaitu هَؤُلَاءِ dan أنَتُمْ .
Lafadz tetap berakhiran dengan harakat kasroh. Begitu juga dengan lafadz yang tetap diakhiri dengan harokat sukun. Cara mengi’robakannya yaitu (pada contoh 1):
هَؤُلَاءِ mabni kasroh, menjadi fail dari جَاءَ , mahal i’rob rofa’.
Bagaimana? Sudah jelas, bukan? Itulah perbedaan dan cara menerapkan hukum i’rob lafdzi, taqdiri, mahalli. Semoga bermanfaat.