Ada istilan lain untuk kalimah isim, yaitu isim munada dan contohnya. Apa itu? Munada merupakan kalimah isim yang terletak seelah masuknya huruf nida. Huruf nida sendiri secara bahasa berarti seruan arau panggilan. Fungsinya adalah untuk menyebut, memanggil, atau menyeru isim yang jatuh setelahnya.

Munada terbagi menjadi lima macam. Di antaranya adalah alam mufrad, nakirah maqshudah, nakirah ghoir maqshudah, mudhaf, dan tasybih mudhaf. Berikut penjelasan lengkapanya:

Isim Munada Alam Mufrad dan Contohnya

Menurut bahasa, munada alam mufrad yaitu dipanggil dengan nama tunggal. Maksudnya adalah isim yang disebut sudah jelas namanya. Biasanya, munada jenis ini menjadi marfu’ (dihukumi rofa’). Lafadznya berakhiran harakat dhommah (tanpa tanwin). Contoh:

Wahai, Ahmad (يا احمدُ)
يا merupakan huruf nida. Huruf tersebut sebagai sebuah seruan/panggilan terhadap lafadz احمدُ . Selanjutnya, احمدُ merupakan munada mufrad alam. Kalimah tersebut menunjukkan nama yang jelas. احمدُ merupakan marfu’ yang diakhiri dengan hatakat dhommah tanpa diseertai tanwin.

Isim Munada Nakirah Maqshudah dan Contohnya

Selanjutnya adalah munada nakirah maqshudah. Munada ini merupakan panggilan untuk orang secara umum. Meski demikian, dalam kalimah tersebut masih disertai penekanan atau maksud untuk memanggil orang yang dimaksud. Contoh:
وَيَا رَجُلُ

Yang menjadi munada adalah رَجُلُ . Lelaki memang umum maknananya, tetapi lelaki yang dipanggil di kalimah tersebut sudah jelas. Sebagaimana aturan setelah huruf nida, رَجُلُ dibaca rofa’ dengan dhommah sebagai tandanya.

Jadi, secara sekilas, perbedaan munada nakirah maqshudah dan mufrad alam sangat nampak. Nakirah maqshudah bersifat umum, sementara mufrad alam bersifat khusus. Yang menyamakannya adalah hukum i’rob serta tanda bacanya.

Isim Munada Nakirah Ghair Maqshudah dan Contohnya

Munada nakirah ghair maqshudah pun untuk memanggil orang secara umum. Hanya saja, di sini tidak ada maksud khusus untuk memanggilnya. Contoh dalam hal ini adalah panggilan yang diucapkan oleh orang buta.

يارَجلاً خُذ بيِدى .

Yang menjadi munada adalah lafadz يارَجلاً . Dari segi bacaan, kita sudah busa membedakannya dengan jelas. Pada munada sebelumnya, hukumnya adalah rofa’. Sementara dalam munada jenis ini adalah nashob. Tandanya yaitu harokat fathah disertai tanwin di akhir kalimah.

Munada Mudhaf

Selanjutnya, apa itu munada mudhaf? Ingat, jika ada mudhaf, maka ada mudhaf ilaih. Artinya, munada mudhaf adalah panggilan untuk kalimah isim yang terdiri atas mudhaf dan mudhaf ilaih. Perhatikan contoh berikut:

Wahai Abdullah (ياعبدَاللهِ)
يا adalah huruf nida, sedangkan عبدَ adalah munada mudhaf. Kenapa mudhaf? Karena lafadz merupakan gabungan dari lafadz ‘abdu dan Allah. عبدَ menjadi mudhaf dan اللهِ menjadi mudhaf ilaih.

Lalu, bagaimana dengan hukum i’robnya? عبدَاللهِ berakhiran dengan harakat kasrah tanpa tanwin. Maka, lafadz tersebut adalah manshub (dibaca nashab).

Munada Tasybih Mudhaf

Ada munada mudhaf, ada pula munada tasybih mudhaf. Apa bedanya? Pada munada ini, isim yang posisinya setelah huruf nida meneyerupai idhafah. Contoh:
Wahai pendaki gunung (ياطالعِاًجَبَلاً)

Huruf nidanya adalah ya’, sedangkan munadanya adalah طالعِاًجَبَلاً . Lafadz yang menjadi munada tersebut hampir menyamai mudhaf (idhafah). Hukum i’robnya sama dengan munada mudhaf, yaitu nashob. Hanya saja, akhir lafadz berharajat kasroh dan bertanwin.

Jadi, kesimpulannya adalah bahwa isim munada dan contohnya merupaka seruan atau panggilan untuk kalimah setelah huruf nida. Hukum i’robnya ada yabg rofa’ fan ada yang nashob. Cukup mudah, kan? Semoga bermanfaat.

Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *