Samudrapikiran.com – Apa itu la nahi dan la nafi? Dalam bahasa arab, tepatnya ilmu nahwu dan shorof, kita pasti sudah familiar dengan huruf la (لا). Pada postingan kali ini, kita membahas tentang dua jenis huruf la (لا), yaitu la nafi (لانفى) dan la nahi (لانهى).

Secara bahasa, la nahi (لانهى) adalah larangan. Sementara, la nafi (لانفى) adalah peniadaan. Kedua jenis la tersebut sama-sama merupakan huruf jazm. Artinya, keduanya bisa menjazemkan kalimah yang berupa fi’il mudhori’.

Selama ini, kita pasti sudah paham terkait fungsi atau penggunaan dua huruf tersebut. Hanya saja, kita masih sering bingung saat mengaplikasikannya.

Lantas, bagaimana cara membedakan dan menggunakannya? Langsung saja kita bahas perbedaan beserta contohnya. Berikut penjelasannya:

Perbedaan La Nahi dan La Nafi

Seperti yang sudah disinggung di atas bahwasannya baik la nafi maupun la nahi memiliki fungsi dan bentuk yang sama dalam segi i’rob. Akan tetapi, penggunaan dua la tadi tidaklah sama. Ada tiga hal yang membedakannya. Di antaranya adalah:

La Nahi (لانهى)

Pengertian la nahi sendiri merupakan huruf yang memiliki makna permintaan dalam suatu kalimah. Maksud dari permintaan tersebut adalah agar tidak melakukan hal tertentu.

Sederhananya, huruf la nahi bermakna ‘jangan’. Maksudnya, ketika suatu kalimah berawalan la nahi, maka pelaku dilarang melakukan sesuatu.

La nahi mempunyai tiga fungsi, yaitu:

  • Menjazmkan fi’il mudhori’ (تجزم الفعلَ امضارع ). Maksudnya adalah fi’il midhori’ yang terletak setelah la nahi berubah i’tob menjadi jazm.
  • Menyisipkan makna permintaan ( الكلام معها طلب). Ini sesuai dengan penjelasan sebelumnya, yaitu meminta agar pelaku meninggalkan pekerjaan tertentu.
  • Memasuki fi’il mudhori’ saja (لاَ تدخلُ الا على الفعل مضارع). Artinya, la nahi tidak bisa masuk dalam fi’il lain kecuali fi’il mudhori’.

La Nafi (لانفى)

Bagaimana dengan la nafi? La nafi berfungsi untuk meniadakan suatu hal dalam kalimat. Dalam bahasa indonesia, la nafi bermakna tidak. Jadi, setiap kalimah yang bersandung dengan huruf la nafi akan berubah makna menjadi ‘tidak ada’. La jenis ini bisa masuk dalam kalimah isim maupun kalimah fi’il.

La nafi memiliki tiga ciri atau fungsi, yaitu:

  • Menyisipkan makna suatu kabar (tiada) ( الكلام معها إخبارٌ). Maksudnya adalah meniadakan makna kalimah yang terletak setelah la nafi. Jadi, kalimah tersebut bermakna negatif. Seperti, tidak makan, tidak minum, dan lainnya.
  • Bisa menasuki kalimah isim dan fi’il mudhori'(تدخلُ الا على الفعل مضارع  والا سم).
  • Tidak bisa menjazmkan fi’il mudhori’ (لا تجزمَ الفعل امضارع ). Artinya, meski terletak setelah la nafi, i’rob fi’il mudhori’ tidak berubah menjadi jazm sebagaimana dalam la nahi.

Contoh dan Penerapan

Setelah mengetahui perbedaan la nafi serta la nahi dari segi fungsi, kita harus tahu penerapannya. Dalam hal ini, kita akan menyimak beberapa contoh dan menguraikannya, apakah termasuk la nahi atau la nafi. Berikut pembahasannya:

لا تَشْرَبْ وَاقِفًا يَا مُحَمَّدُ

La di atas termasuk la nahi. Kenapa? Karena setelah huruf la, fi’il mudhori’ beri’rob jazm (diakhiri tanda sukun). Maka, huruf la tersebut bermakna larangan ‘jangan’. Artinya adalah janganlah minum sambil berdiri wahai Muhammad.

مُحَمَّدُ لاَ يَشْرَبُ وَاقِعًا

Lalu, bagaimana dengan contoh ke dua tersebut? La di atas merupakan la nafi yang artinya meniadakan (tidak). Itu karena kalimah fiil mudhori’ setelahnya tidak berubah jazm. Maka, maknanya adalah Muhammad tidak minum sambil berdiri.

Bagaimana, cukup mudah memahaminya, kan? Jadi, ketika bertemu kalimah yang mengandung huruf la, kita harus jeli dan teliti untuk membedakan jenisnya. Itulah pembahasan singkat mengenai la nahi dan la nafi. Semoga bermanfaat!

Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *