Isim tawabi’ dalam nahwu berasal dari kata tabi’. Artinya adalah pengikut. Keadaan suatu kalimah tidak selamanya bergantung pada amil yang masuk. Namun, bisa juga karena dalam posisi sebagai tawabi’.

Secara detail, isim tawabi’ merupakan kalimah yang mengikuti isim sebelumnya baik dari segi jumlah (mufrad, mutsanna, jamak), definitif (nakiroh dan ma’rifah), nau’ (mudzakkar dan muannats), dan i’rob (rofa’, nashob, jar). Artinya, empat keadaan (i’rob, jumlah, nau’, dan definitif) kalimah yang menjadi tawabi’ mengikuti kalimah sebelumnya. Kalimah atau isim yang diikuti tawabi’ (tabi’) disebut matbu’.

Ada empat jenis isim tawabi’. Di antaranya adalah athaf, badal, na’at, taukid. Masing-masing jenis memiliki fungsi dan kegunaan sendiri. Berikut penjelasannya secara global:

Na’at

Apa itu na’at? Na’at merupakan isim tabi’ yang menyatakan makna sifat dari kalimah sebelumnya. Kalimah yang disifati na’at disebut man’ut. Sebagaimana keadaan tabi’, na’at mengikuti man’utnya. Contoh:
هَذَا بَيْتٌ كَبِيْرٌ

Yang menjadi na’at adalah كَبِيْرٌ dan man’utnya adalah بَيْتٌ . كَبِيْرٌ mengikuti بَيْتٌ karena memang merupakan isim tabi’. Keduanya sama-sama marfu’, nakiroh, dan mufrod.

Athof

Athof merupakan salah satu isim tawabi’ yang terhubung dengan matbu’ karena adanya huruf athof. Huruf athof sendiri ada 9 macam, yaitu: و , ف , ثُمَّ , أَوْ , أَمْ , لَا , لَكِنْ , بَلْ , dan حَتَى . Contoh:
جَاءَ اَحْمَدُ فَحَسَنٌ
اِشْتَرَيْتُ كِتَابًا وَقَلَمًا
مَاتَ الرَّشِيْدُ ثُمَّ الْمَأْمُوْنُ

Dari tiga contoh di atas, yang merupakan tabi’ adalah حَسَنٌ , قَلَمًا , dan الْمَأْمُوْنُ . Perhatikan pola ke tiganya. Kalimah-kalimah tersebut mengukuti matbu’ atau isim sebelum/yang dihubungkan dengan huruf athof, yakni: و , ف , dan ثُمَّ .

Taukid

Selanjutnya adalah taukid. Apa itu? Taukid yakni isim tabi’ yang menekankan atau menguatkan matbu’ sehingga lawan bicara benar-benar yakin akan pernyataan tersebut.

Ada dua macam taukid, yaitu taukid lafdzi dan taukid maknawi. Taukid lafdzi yaitu mengulang lafadz yang ditekankan. Sementara, taukid maknawi yaitu menguatkan kalimah dengan menambahkan salah satu lafadz khusus, seperti: نَفْسٌ , عَيْنٌ , كُلٌّ, جَمِيْعٌ , عَامَةٌ , كِلَا , dan كِلْتَا . Contoh:
جَاءَ اَحْمَدُ اَحْمَدُ
جَاءَ اَحْمَدُ عَيْنُهُ

Kalimat pertama termasuk taukid lafdzi. Artinya adalah Ahmad telah datang. Sedangkan kalimat kedua termasuk taukid maknawi yang bermakna Ahmad (dirinya) telah datang.

Badal

Badal merupakan isim tabi’ yang memiliki fungsi untuk mengonfirmasi atau menjelaskan matbu’nya. Penjelasan tersebut dapat bersifat sebagian atau utuh. Kalimat yang diikuti badal dinamakan mabdul minhu.

Badal sendiri terdiri atas tiga jenis, yaitu badal isytimal, badal ba’dhu min kull, dan badal muthabiq. Berikut penjabaran serta contohnya:

  • Badal mutabhiq, yaitu badal yang mana kedudukan/posisinya setingkat dengan mabdul minhu. Contoh: جَاءَ الْمُحَاضِرُ اَحْمَدُ (Telah datang dosen, Ahmad.)
  • Badal ba’dhu min kull, yaitu kalimah badal yang masih masuk dalam bagian mabdul. Contoh: قَرَأْتُ الْقُرْأَنَ جُزْؤَهُ الْأَوَّلَ (Saya membaca Al-Quran juz pertamanya.)
  • Badal isytimal, yaitu kalimah badal yang merupakan hal/sesuatu yang ada dalam mabdul minhu. Contoh: يُعْجِبُنِيْ اَحْمَدُ عِلْمُهُ (Ahmad telah membanggakanku ilmunya.)

Itulah penjelasan secara singkat mengenai isim tawabi’ dalam nahwu. Kesimpulannya, tabi’ mengikuti matbu’ dalam empat hal, yaitu i’rob, jumlah, definit, dan nau’. Hal itu sudah cukup jelas digambarkan dalam beberapa contoh di atas. Semangat belajar dan semoga bermanfaat!

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *