Table of contents:
Sebelum melanjutkan pembahasan tentang i’rab maf’ul bih, kita ulas sebentar mengenai pengeritan maf’ul bih. Apa itu? Yakni kalimah yang kedudukannya seperti objek (dalam bahasa Indonesia), berdiri setelah kata kerja (fi’il), dan berupa isim manshub. Dari pengertian tersebut sudah sangat jelas bahwa maf’ul bih adalah manshub, yang artinya beri’rab nashab. Lantas, apa saja tanda-tandanya dan bagaimana penempatannya? Berikut uraiannya:
‘Alamat Nashab dalam Maf’ul Bih
Ada beberapa tanda i’rab nashob, yaitu fathah, alif, kasrah, dan ya’. Lantas, bagaimana bentuk kalimah maf’ul bih ketika kemasukan tanda tersebut? Mari kita bahas setiap ‘alamat beserta contohnya!
Fathah
Tanda nashab yang palig umum adalah fathah. Dalam maf’ul bih, tidak semua isim bisa langsung menerima tanda itu. Maf’ul bih akan berakhiran fathah apabila berupa isim muford dan isim jama’ taksir. Contoh:
ضَرَبَ خَلِيْلٌ كَلْبًا
ضَرَبَ : Fi’il madhi
خَلِيْلٌ : Fa’il isim dhohir
كَلْبًا : Maf’ul bih isim dhohir, isim mufrod, dan beri’rob nashob dengan fathah di akhir lafadz
كَتَبَ الْمُدَرِّسُ النُّصُوْصَ
كَتَبَ : Fi’il madhi
الْمُدَرِّسُ : Fa’il isim dhohir
النُّصُوْصَ : Maf’ul bih isim dhohir, isim jama’ taksir, dan beri’rob nashob dengan fathah di akhir lafadz
Alif
Alif juga termasuk tanda i’rab nashob. Maf’ul bih bisa menerima alif apabila berupa asma khomsah (isim lima). Contoh:
رَأَيْتُ أَبَاكَ
رَأَيْتُ adalah gabungan dari fi’il madhi (رَأَى)) dan fa’il, dhomir ana, (تُ)
أَبَاكَ merupakan asma khomsah, yaitu أبُ.
Kasrah
Maf’ul bih yang beri’rab nashob dengan tanda kasroh adalah maf’ul yang berupa isim jama’ muanats salim. Contoh:
رَاَيْتُ الطَّالِبَاتِ
رَاَيْتُ merupakan fi’il madhi dan fa’il isim dhomir
الطَّالِبَاتِ merupakan isim jama’ muannats salim, beri’rab nashob dengan tanda kasroh di akhir lafadz.
Ya’
Tanda nashob yang terakhir adalah ya’. Huruf ini dapat masuk ke maf’ul bih apabila maf’ul tersebut berupa isim jamak mudzakkar salim dan isim tatsniyah. Contoh:
ضَرَبَتْ سَلْمَى قِطَّيْنِ yang merupakan maf’ul bih adalah قِطَّيْنِ, berupa isim tatsniyah dan beri’rob nashob dengan tanda ya’.
رَأَيْتُ الْمُسْلِمِيْنَyang merupakan maf’ul bih adalah الْمُسْلِمِيْنَ, berupa isim jamak mudzakkar salim dan beri’rob nashob dengan tanda ya’
Penempatan Maf’ul Bih
Selain mengetahui i’rab maf’ul bih, kita juga harus tahu kaidah penempatan maf’ul bih. Dalam bahasa Indonesia, objek selalu terletak di belakang kata kerja. Lantas, apakah dalam bahasa Arab juga demikian? Ternyata, ada beberapa kaidah penempatan objek (maf’ul bih). Di antaranya adalah:
Fi’il + Fa’il + Maf’ul Bih
Ini adalah posisi yang paling umum kita temukan, yaitu maf’ul bih terletak di akhir setelah fi’il. Contoh:
يَفْتَحُ أَحْمَدُ الْأَبْوَابَ (Ahmad membuka pintu-pintu)
يَفْتَحُ : fi’il mudhori’
أَحْمَدُ : fa’il isim dhohir
الْأَبْوَابَ : maf’ul bih berupa isim jamak taksir
Fi’il + Maf’ul bih + Fa’il
Maf’ul bih juga bisa mendahului fa’il. Syaratnya, baik fa’il ataupun maf’ul sama-sama berupa isim dhohir. Lalu, bagaimana dengan fi’il dan fa’il yang terpisah? Hal ini akan ada pembahasan dalam bab lain. Contoh:
يَجْنِي القُطْنَ الفَلَّاحُ(petani memanen kapas)
يَجْنِي : fi’il mudhori’
القُطْنَ : maf’ul bih isim dhohir
الفَلَّاحُ : fa’il isim dhohir
Maf’ul bih + Fi’il + Fa’il
Maf’ul bih boleh bertempat di awal sebelum fi’il dan fa’il. Syaratnya, maf’ul bih berupa isim dhohir.
Contoh: فَفَرِيقًا كَذَّبْتُمْ وَفَرِيقًا تَقْتُلُونَ
Maf’ul bih wajib bertempat di awal kalimah apabila berupa isim dhomir munfashil. Contoh:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
Fi’il + Fa’il + Maf’ul bih (wajib)
Ada 2 kondisi di mana maf’ul bih wajib diletakkan di belakang. Kapan itu? Yaitu:
1. ketika maf’ul tersebut berupa isim dhomir. Contoh:
أَمَرْتُكَ
2. Ketika khawatir salah paham apabila maf’ul terletak di awal. Contoh:
أَكْرَمَتْ عَائِشَة فَاطِمَة
Yang merupakan maf’ul bih adalah Fatimah, sedangkan A’isyah adalah fa’il.
Maf’ul bih tanpa fi’il dan fa’il
Kita boleh menggunakan maf’ul bih saja dalam kalimah dengan syarat kalimah tersebut bisa dipahami. Misalnya, ada seseorang yang bertanya, “kamu memukul siapa?”. Lalu, yang ditanya menjawab, “زَيْدًا”. Kalimah awalnya adalah
ضَرَبْتُ زَيْدًا
Itulah penjelasan terkait i’rob maf’ul bih beserta kaidah penempatannya. Semoga ilmu dalam artikel ini bermanfaat.