Samudra Pikiran – Bahlul al-Majnun Bani Amir ditanya, “Apa yang menyebabkanmu mencintai Laila?”
Bahlul al-Majnun menjawab, “Ketika aku mulai masuk masa mudaku dan menginjak masa remaja, aku lepas dari ekor masa bermain (kanak- kanak). Aku menatap dekat para gadis muda dan aku menyeru mereka, sehingga mereka tunggang langgang. Aku guncang ikatan mereka, namun mereka tidak melawan. Tiba-tiba tali-tali gadis dari Bani ‘Udzrah mengikatku, cintanya membuatku lupa dan rindunya menggairahkanku.”
Lantas Bahlul al-Majnun bersenandung:
Aku hanya melihat Laila sekejap
Di bukit Mina saat ia melemparkan kerikil Jamrah
Saat ia melempar, tersingkaplah bajunya
Terlihat ujung jemarinya dengan kuku-kuku bercat
Ketahuilah, Ummu Malik, ke mana engkau pergi
Arahku adalah mengikuti angin yang berembus
Karena Laila, aku terjaga hingga pagi seperti melihat subuh
dengan ketidakberdayaan menggapai bintang yang tenggelam di barat
Lebih Besar Mana Antara Cinta Laila dan Majnun
Laila ditanya, “Apakah cintamu pada Majnun lebih besar dari pada cintanya padamu?”
Laila menjawab, “Justru cintaku padanya (yang lebih besar)”
“Bagaimana bisa?” Laila menjawab, “Karena cintanya padaku terkenal. Sedangkan cintaku padanya tersembunyi.”
Bahlul al-Majnun Tak Sadarkan Diri
Ibnu al-Kalabi menyebutkan bahwa Bahlul al-Majnun, ketika mulai berupaya mendekati Laila, duduk di depan rumah Laila seharian sambil berbicara.
Dia melihat Laila menolak dirinya dan menerima selainnya. Tingkah Laila ini membuatnya gundah. Laila mengetahui hal itu, lalu menerima Majnun dan berkata,
Yang ditampakkan pada manusia adalah yang menjengkelkan
Yang dirasakan pemiliknya menetap (di hati)
Bahlul al-Majnun terjatuh dan pingsan. Lalu dia senantiasa merasakan cinta, hingga hilang akal.
Ibnu Musahiq dan Majnun
Ibnu Musahiq berusaha mempercayai orang-orang yang mengatakan Bahlul al-Majnun telah gila. Ibnu Musahiq lantas mendatangi rumah penampungan orang gila.
Di sana dia melihat seorang laki-laki telanjang. Ibnu Musahiq memberinya pakaian tapi justru disobek oleh orang gila itu. Ibnu Musahiq bertanya tentang orang gila itu lantas diceritakanlah kisah di atas. Ibnu Musahiq memanggilnya
Tapi dia tidak menyahut sama sekali. Orang-orang lalu memberitahu Ibnu Musahiq, “Jika engkau ingin mengembalikan akalnya, sebutlah nama Laila.”
Ketika Ibnu Musahiq menyebut nama Laila, akal Majnun kembali. Ibnu Musahiq merasa sedih dan berkata, “Saya akan menikahkan kalian berdua.”
Majnun berjalan bersama Ibnu Musahiq menuju kabilahnya Laila. Ketika kabilahnya Laila mendengar kabar tentang Majnun mereka mengangkat senjata dan berkata, “Orang gila tidak boleh masuk ke kabilah kami.”
Ibnu Musahiq memberi jaminan seribu unta untuk mereka, namun mereka menolak. Karena itu, Majnun kembali gila. Sementara Laila dinikahkan oleh ayahnya dengan anggota kaumnya sendiri. Hal itu mengacaukan hati Majnun dan terciptalah syair di bawah ini:
Demi Allah! Demi Allah! Aku bekerja keras memikirkan apa sebenarnya dosaku pada Laila, aku heran.
Demi Allah aku tidak tahu, mengapa engkau memutusku.
Dosa apa yang aku perbuat padamu, Laila?
Haruskah aku potong pertalian, yang kematian ada di baliknya?
Ataukah kuminum air liur kalian yang tak pantas diminum?
Haruskah aku pergi menyendiri hingga tak punya tetangga? Aku harus berbuat apa atau aku tunjukkan kegilaanku hingga tak sadar?
Apakah suara kita masih dapat bertemu setelah kita mati
Saat di balik kita, kuburan dengan tanah menggunduk? Di bawah naungan bunyi tulangku yang basah
Meski aku hanya seutas tali, suara Laila akan selalu bergema dan berisik