Inna dan saudaranya sejenis dengan kaana wa akhowatuha. Bagaimana maksudnya? Sebagaimana yang disinggung di postingan sebelumnya, ada tiga amil yang bisa memasuki mubtada’ dan khobar. Salah satunya adalah inna wa akhowatuha.

Apakah pengamalan inna dan kaana serta sudaranya itu sama? Meski sama-sama amil nawasikh, mereka tetap memiliki perbedaan. Perbedaan itu bisa dari segi saudaranya, pengamalan, pola, dan lainnya. Namun, keduanya tetap mempunyai posisi kuat untuk merusak kedudukan pasangan mubtada’ dan khobar.

Lalu, apa saja saudara inna? Bagaimana pengamalannya beserta contohnya? Yuk, simak penjelasan berikut!

Pengamalan Inna dan Saudaranya

Inna dan saudaranya merupakan huruf atau tepatnya kata depan yang terletak di sebuah kalimah sebelum isim. Inna juga dikenal dengan nama lain, yaitu harfu taukidin (huruf taukid). Huruf tersebut merupakan huruf penekanan atau penegasan yang hanya masuk dalam jumlah ismiyah.

Ketika terdapat inna beserta kawan-kawannya dalam jumlah ismiyah, hukum i’rob mubtada’ dan khobar akan berubah. Mubtada’ menjadi manshub dan khobar menjadi marfu’. Bahkan, kedudukan mubtada’ serta khobar juga ikut berubah. Bagaimana maksudnya?

Setiap mubtada’ yang kemasukan amil (inna dan kawannya) akan menjadi isim inna. I’robnya pun berubah nashob. Sementara, khobar yang mulanya bersandar pada mubtada’ menjadi khobar inna dan dihukumi rofa’. Perhatikan contoh berikut:

إِنَّ الْكِتَابَ جَدِيْدٌ
Kalimat awalnya sebelum kemasukan inna adalah :
الْكِتَابُ جَدِيْدٌ

Mulanya, lafadz ‘kitab’ berharokat dhommah (marfu’). Setelah kemasukan ‘inna’, lafadz tersebut menjadi manshub yang ditandai dengan harakat fathah. Bagaimana dengan kalimah ‘jadiid’. Sebelum ada ‘inna’, kalimah tersebut adalah khobar dari mubtada’ (kitaab). Namun, saat ada amil mawasikh (inna), ‘jadiid’ berubah menjadi khobar inna.

Ada suatu masa di mana perubahan i’rob pada mubtada’ dan khobar tidak berlaku meskipun ada amil inna atau kawannya. Ini terjadi jika amil tersebut tersambung dengan ما (huruf zaidah) atau tambahan huruf lain.

Pembagian Inna dan Saudaranya

Sebagaimana kaana, inna juga memiliki beberapa teman atau saudara. Maksudnya adalah sesama amil yang bisa masuk ke pasangan mubtada’ dan khobar. Ada berapa inna serta teman-temannya? Ada sekitar 6 yang masuk dalam amil nawasikh ini. Berikut rinciannya:

Inna (إِنَّ)

Yang pertama tentu inna. Lafadz ini merupakan huruf taukid, yang berfungsi untuk menguatkan. Maknanya adalah sesungguhnya. Contoh: اِنَّ زَيْدًا قَائِمٌ

Anna (أَنَّ)

‘Anna’ juga mempunyai makna seperti ‘inna’, yaitu taukid (menguatkan). Begitupula dengan maknanya, yaitu sesungguhnya. Posisi anna terletak setelah kalam. Contoh: أَنَّ زَيْدًا قَائِمٌ

Kaanna (كَأَنَّ)

Fungsi ‘kaanna’ adalah sama halnya tasybih (تَشْبِيْه), yakni menyangkakan atau menyerupakan. Makna amil tersebut adalah seperti atau seakan-akan. Terjemahan tersebut berlaku apabila khobarnya berupa isim musytaq ataupun isim jamid. Contoh كَأَنَّ المُدَرِّسَةَ وَالِدَةٌ

Lakinna (لَكِنَّ)

Selanjutnya adalah lakinna yang berfungsi untuk menganulir atau menetapkan pernyataan sebelumnya. Maka, lakinna harus terletak setelah kalam. Maknanya adalah tetapi. Contoh: الإِمْتِحَانُ صَعْبٌ لَكِنَّ المُجْتَهِدَ نَاجِحٌ

Laalla (لَعَلَّ)

‘Laalla’ berfungsi sebagai tarjy (تَرَجِي), yakni mengharapkan sesuatu yang mungkin bisa dicapai dengan mudah. Terjemahnya adalah mudah-mudahan atau semoga. Contoh: لَعَلَّ المَرِيْضَ مَشْفِيٌّ

Laita (لَيْتَ)

Yang terakhir adalah laita yang berfungsi sebagai tamanny (تَمَـــنِّى), kebalikan dari tarjy (تَرَجِي). Artinya, amil tersebut berfungsi untuk mengharapkan sesuatu yang kecil kemungkinannya untuk didapatkan. Laita bermakna seandainya. Contoh:
وَلَيْتَ عَمْرً شَاحِصٌ

Sebenarnya, belajar tentang inna dan saudaranya cukup mudah. Yang jelas, kita harus tahu, hapal, dan paham apa saja yang masuk sebagai saudara inna berikut fungsinya. Dengan begitu, kita bisa menerapkannya ke dalam kalimah yang sempurna. Semoga bermanfaat!

Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *