Kajian Islam

Hukum Menjual Properti di Atas Tanah Wakaf: Pandangan Fiqh dan Solusinya

Gambar : Freepik

Samudrapikiran.com – Dalam fiqh Islam, salah satu permasalahan yang kerap menjadi perdebatan adalah hukum properti yang dibangun di atas tanah wakaf.

Kompleksitas isu ini muncul karena adanya dua prinsip hukum yang bertolak belakang, yaitu hukum wakaf yang menetapkan bahwa tanah wakaf tidak boleh diperjualbelikan, diwariskan, atau dialihkan kepemilikannya, serta hukum properti yang mengatur bahwa bangunan dapat dimiliki, dijual, dan diwariskan. Lantas, bagaimana hukum menjual properti yang berdiri di atas tanah wakaf? Berikut ulasannya.

Hukum Membangun Properti di Atas Tanah Wakaf

Sebelum membahas hukum penjualan properti di tanah wakaf, perlu dipahami lebih dahulu aturan pembangunan di atasnya. Menurut pandangan mazhab Syafi’i, mendirikan bangunan di tanah wakaf hanya diperbolehkan jika sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh wakif (pemberi wakaf). Jika wakif tidak mengizinkan pembangunan atau mengatur pemanfaatan wakaf secara spesifik, maka pembangunan di atasnya dianggap tidak sah. Sebagaimana dijelaskan dalam kitab Al-Majmu’ Syarah Muhadzab:

وَرَجَّحَ السُّبْكِيُّ أَنَّهُ إِنْ وَقَفَ أَرْضًا غَيْرَ مَغْرُوسَةٍ عَلَى مُعَيَّنٍ امْتَنَعَ عَلَيْهِ غَرْسُهَا إِلَّا إِذَا نَصَّ الْوَاقِفُ عَلَيْهِ أَوْ شَرَطَ لَهُ جَمِيعَ الِانْتِفَاعَاتِ، وَمِثْلُ الْغَرْسِ الْبِنَاءُ، وَلَا يُبْنَى مَا كَانَ مَغْرُوسًا وَعَكْسُهُ. وَضَابِطُهُ أَنَّهُ يَمْتَنِعُ كُلُّ مَا غَيَّرَ الْوَقْفَ بِالْكُلِّيَّةِ عَنْ اسْمِهِ الَّذِي كَانَ عَلَيْهِ حَالَ الْوَقْفِ، بِخِلَافِ مَا يَبْقَى الِاسْمُ مَعَهُ.

Artinya: “As-Subki lebih memilih pendapat bahwa jika seseorang mewakafkan tanah yang tidak ditanami kepada pihak tertentu, maka pihak tersebut dilarang menanaminya kecuali jika pemberi wakaf secara tegas menyebutkannya dalam pernyataan wakaf atau memberikan syarat untuk semua bentuk pemanfaatan. Hal yang sama berlaku untuk pembangunan di atas tanah tersebut.” (Al-Majmu’ Syarah Muhadzab, Juz XV, Halaman 344-345).

Dari pemaparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembangunan di tanah wakaf diperbolehkan jika tidak mengubah tujuan wakaf secara keseluruhan dan tetap memberikan manfaat bagi umat Islam secara luas.

Hukum Menjual Properti di Tanah Wakaf

Menurut hukum Islam, aset yang telah diwakafkan tidak dapat diperjualbelikan. Hal ini karena sifat dasar wakaf adalah mempertahankan manfaatnya bagi masyarakat. Sebagaimana disebutkan dalam kitab I’anatut Thalibin:

وَقَعَ السُّؤَالُ فِي الدَّرْسِ عَمَّا يُوجَدُ مِنَ الأَشْجَارِ فِي الْمَسَاجِدِ وَلَمْ يُعْرَفْ، هَلْ هُوَ وَقْفٌ أَوْ لَا؟ مَاذَا يُفْعَلُ فِيهِ إِذَا جَفَّ؟ وَالْجَوَابُ أَنَّ الظَّاهِرَ مِنْ غَرْسِهِ فِي الْمَسْجِدِ أَنَّهُ مَوْقُوفٌ، لِمَا صَرَّحُوا بِهِ فِي الصُّلْحِ مِنْ أَنَّ مَحَلَّ جَوَازِ غَرْسِ الشَّجَرِ فِي الْمَسْجِدِ إِذَا غَرَسَهُ لِعُمُومِ الْمُسْلِمِينَ.

Artinya: “Ketika terdapat pohon di masjid dan tidak diketahui apakah statusnya wakaf atau bukan, maka pohon tersebut secara umum dianggap sebagai wakaf. Jika pohon tersebut mati atau mengering, maka hasil penjualannya harus digunakan untuk kepentingan umum atau kemaslahatan masjid.” (I’anatut Thalibin, Juz III, Halaman 216-217).

Dari kutipan ini, dapat dipahami bahwa aset yang berasal dari wakaf tidak dapat dijual, kecuali dalam kondisi tertentu yang mendukung kepentingan umat Islam secara luas.

Alternatif Solusi: Penyewaan Properti di Tanah Wakaf

Jika properti yang berdiri di atas tanah wakaf tidak dapat dijual, alternatif yang diperbolehkan adalah menyewakannya dan menggunakan hasil sewa untuk kemaslahatan wakaf itu sendiri. Dalam kitab fiqh disebutkan:

وَأَمَّا حُكْمُ إجَارَةِ النَّاظِرِ مِنَ الصِّحَّةِ تَارَةً وَالْفَسَادِ أُخْرَى فَقَدْ تَعَرَّضُوا لَهُ فِي بَابِ الْوَقْفِ حَيْثُ أَشَارُوا فِيهِ إِلَى أَنَّهُ يَلْزَمُ النَّاظِرَ أَنْ يَتَصَرَّفَ فِي مَالِ الْوَقْفِ كَالْوَصِيِّ بِالْمَصْلَحَةِ.

Artinya: “Dalam hukum penyewaan aset wakaf, pengelola wakaf (nadhir) harus bertindak seperti seorang wali atau pengelola harta anak yatim, yaitu hanya boleh melakukan transaksi yang membawa manfaat bagi wakaf.”

Dengan demikian, menyewakan properti yang berdiri di atas tanah wakaf menjadi solusi yang lebih sesuai dengan prinsip wakaf dibandingkan menjualnya.

Kesimpulan

Berdasarkan kajian fiqh di atas, dapat disimpulkan bahwa:

  1. Properti yang dibangun di atas tanah wakaf harus tetap menjaga tujuan utama wakaf dan tidak boleh mengubah status tanah tersebut secara keseluruhan.
  2. Menjual properti di atas tanah wakaf tidak diperbolehkan, karena bertentangan dengan prinsip dasar wakaf yang bersifat abadi.
  3. Alternatif terbaik adalah menyewakan properti tersebut, dengan hasil sewa yang digunakan untuk kepentingan wakaf atau kemaslahatan umat Islam.

Dengan memahami ketentuan ini, masyarakat dapat lebih bijak dalam mengelola aset wakaf agar tetap memberikan manfaat jangka panjang sesuai dengan syariat Islam.

Sumber : Nu Online

Sebelumnya

Pendaftaran Beasiswa Australia Awards 2025 Dibuka, Simak Syarat dan Cara Daftarnya

Selanjutnya

Beasiswa Indonesia Bangkit (BIB) 2025 Segera Dibuka, Simak Persyaratannya!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Samudrapikiran.com