Tunjangan Kinerja Dosen Kemendiktisaintek Resmi Diatur Lewat Perpres, Berlaku Mulai Januari 2025


Samudrapikiran.com — Pemerintah resmi menetapkan dasar hukum pembayaran tunjangan kinerja (tukin) bagi dosen di lingkungan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2025. Regulasi ini menjadi tonggak baru dalam pengelolaan kinerja dan penghargaan terhadap para akademisi yang berada di bawah naungan kementerian tersebut.
Dikutip dari Inca Berita Perpres yang mulai berlaku sejak diundangkan pada 27 Maret 2025 ini telah ditetapkan sebagai landasan utama pemberian tukin, yang berlaku surut sejak 1 Januari 2025. Meski belum tersedia secara resmi di laman Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Kementerian Sekretariat Negara, salinan regulasi ini telah beredar di sejumlah kalangan masyarakat dan akademisi.
Sekretaris Jenderal Kemendiktisaintek, Togar M. Simatupang, menyatakan bahwa pelaksanaan tukin akan diatur lebih rinci dalam Peraturan Menteri (Permen) yang tengah disiapkan. “Mungkin sudah dapat salinan Perpres 19/2025 tentang tukin. Di sana disampaikan beberapa hal prinsip pelaksanaan akan dituangkan ke dalam Permen. Nanti akan ada konferensi pers sekitar 14-15 April yang akan datang,” ujar Togar saat dikonfirmasi, Rabu (9/4/2025).
Sebelumnya, Togar juga telah menegaskan bahwa proses implementasi tukin masih harus melalui tahapan lanjutan setelah Perpres ditetapkan. “(Perpres) selesai, masih ada lagi proses yang kita sebut namanya Permen. Masih ada lagi pedoman. Nanti baru diimplementasikan,” jelasnya usai menghadiri rapat kerja dengan Komisi X DPR RI di Jakarta, Kamis (23/1/2025).
Lebih lanjut, Togar mengingatkan bahwa pemberian tukin tidak dilakukan secara otomatis, melainkan berdasarkan evaluasi atas capaian kinerja masing-masing pegawai. “Tukin akan melalui proses penilaian kinerja dan pembayaran, bukan proses otomatis,” jelasnya dalam pertemuan hybrid bersama pimpinan perguruan tinggi negeri (PTN), Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti), serta Majelis Rektor PTN Indonesia (MRPTNI), Kamis (20/2/2025).
Besaran Tukin dan Ketentuan Khusus
Perpres tersebut juga merinci besaran tukin berdasarkan kelas jabatan, dengan nominal tertinggi mencapai Rp33.240.000 per bulan untuk kelas jabatan 17. Tukin Menteri Diktisaintek ditetapkan sebesar 150 persen dari kelas jabatan tertinggi, yakni mencapai Rp49.860.000, sedangkan Wakil Menteri menerima 90 persen dari besaran tersebut atau Rp44.874.000.
Namun, tidak semua pegawai di lingkungan Kemendiktisaintek berhak menerima tukin ini. Sejumlah kategori dikecualikan, antara lain:
Pegawai BLU yang telah menerima remunerasi berdasarkan regulasi keuangan BLU.
Pegawai di PTN berstatus badan hukum (PTN-BH).
Pegawai tanpa jabatan tertentu.
Pegawai yang diberhentikan sementara, nonaktif, atau dalam masa tunggu.
Pegawai yang sedang cuti di luar tanggungan negara atau menjalani masa bebas tugas menjelang pensiun.
Tukin juga hanya diberikan kepada pegawai yang bekerja penuh di unit organisasi Kemendiktisaintek dan telah diangkat secara resmi ke jabatan tertentu. Adapun bagi dosen yang menerima tunjangan profesi, tukin hanya dibayarkan jika nominalnya melebihi tunjangan profesi. Sebaliknya, jika tunjangan profesi lebih besar, maka pegawai hanya akan menerima tunjangan tersebut.
Menanti Pedoman Teknis dan Implementasi Lapangan
Seiring dengan beredarnya Perpres ini, harapan besar mengemuka di kalangan akademisi agar implementasi berjalan secara transparan dan adil. Penantian kini tertuju pada terbitnya Permendiktisaintek sebagai petunjuk pelaksanaan teknis yang akan menjadi rujukan utama bagi perguruan tinggi dalam mengatur sistem penilaian dan pembagian tukin.
Meski pengesahan Perpres dinilai sebagai langkah maju, sejumlah pihak masih menunggu kejelasan lebih lanjut terkait mekanisme penilaian kinerja dan keterkaitan tukin dengan beban tridarma dosen. Selain itu, penting untuk memastikan kebijakan ini tidak tumpang tindih dengan skema tunjangan lainnya yang selama ini diterima para dosen.
Dengan diberlakukannya Perpres Nomor 19 Tahun 2025 ini, pemerintah menunjukkan komitmen dalam memperkuat sistem penghargaan berbasis kinerja, sekaligus mendorong peningkatan mutu pendidikan tinggi di Indonesia. Namun demikian, efektivitas kebijakan ini sangat bergantung pada kesiapan regulasi turunan serta koordinasi lintas institusi dalam pelaksanaannya.