Basmalah adalah kalimat “Bismillahirrahmanirrahim” yang berarti “Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”. Basmalah adalah bagian dari surat Al-Fatihah dan juga merupakan pembuka dari 113 surat dalam Al-Quran, kecuali surat At-Taubah. Dan pada kali ini, kita akan membahas tentang hukum membaca bismillah dalam tafsir al ahkam.

Seperti yang kita tahu, basmalah juga termasuk dalam asmaul husna (nama-nama Allah yang baik) dan memiliki banyak keutamaan dan manfaat bagi orang yang membacanya.  Dan tafsir Al-Ahkam adalah salah satu jenis tafsir Al-Quran yang berfokus pada hukum-hukum syariah yang terkandung dalam ayat-ayat Al-Quran.

Selain itu, tafsir Al-Ahkam bertujuan untuk menjelaskan maksud, dalil, dan aplikasi dari hukum-hukum tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Tafsir Al-Ahkam juga membandingkan pendapat-pendapat ulama dari berbagai mazhab dan menyajikan argumentasi-argumentasi yang kuat dan relevan.

Hukum Membaca Basmalah dalam Shalat

Salah satu permasalahan yang berkaitan dengan basmalah adalah hukum membaca basmalah dalam shalat, khususnya pada awal surat Al-Fatihah. Ulama berbeda pendapat tentang hal ini, ada yang mengatakan wajib, ada yang mengatakan sunnah, dan ada yang mengatakan makruh atau haram. Berikut adalah ringkasan dari beberapa pendapat ulama tentang hukum membaca basmalah dalam shalat:

1. Pendapat pertama

Membaca basmalah adalah wajib. Ini adalah pendapat Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Ishaq bin Rahawaih, dan Imam Daud bin Ali Al-Zahiri. Mereka berdalil dengan hadis dari Abu Hurairah yang menyatakan bahwa tidak ada wudhu bagi orang yang tidak menyebut nama Allah, dan tidak ada salat bagi orang yang tidak membaca Al-Fatihah.

Mereka menganggap bahwa basmalah adalah bagian dari Al-Fatihah, sehingga wajib dibaca. Jika sengaja meninggalkan basmalah, maka salatnya tidak sah. Jika lupa, maka harus sujud sahwi.

2. Pendapat kedua

Membaca basmalah adalah sunnah. Ini adalah pendapat mayoritas ulama, seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Asy-Syafi’i, Imam Al-Bukhari, Imam Muslim, dan lainnya. Mereka berdalil dengan hadis dari Anas bin Malik yang menyatakan bahwa Rasulullah tidak pernah mengeraskan bacaan basmalah dalam shalat.

Mereka juga berdalil dengan ayat Al-Maidah yang menyebutkan tentang wudhu tanpa menyebut basmalah. Dan mereka menganggap bahwa basmalah bukan bagian dari Al-Fatihah, sehingga tidak wajib dibaca. Jika membaca basmalah, maka mendapatkan pahala. Jika tidak membaca basmalah, maka tidak berdosa.

3. Pendapat ketiga

Membaca basmalah adalah makruh atau haram. Ini adalah pendapat sebagian ulama, seperti Imam Abu Yusuf, Imam Muhammad bin Hasan, Imam Al-Auza’i, dan Imam Al-Laits bin Sa’d. Mereka berdalil dengan hadis dari Mu’awiyah bin Al-Hakam yang menyatakan bahwa Rasulullah melarangnya untuk membaca basmalah dalam shalat.

Dan, mereka menganggap bahwa basmalah adalah ucapan yang tidak sesuai dengan kekhusyuan shalat. Jika membaca basmalah, maka mengurangi kesempurnaan shalat. Jika tidak membaca basmalah, maka lebih baik.

Kesimpulan

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa hukum membaca basmalah dalam shalat adalah khilafiyah (perbedaan pendapat) di antara ulama. Setiap pendapat memiliki dalil dan argumentasi yang kuat dan lemah. Oleh karena itu, sebaiknya kita menghormati dan menghargai perbedaan pendapat ini, dan tidak saling mencela atau menyalahkan.

Kita juga sebaiknya mengikuti pendapat yang paling sesuai dengan dalil dan akal, dan paling aman dari kesalahan. Kita juga sebaiknya tidak memaksakan pendapat kita kepada orang lain, dan tidak menganggap pendapat kita sebagai satu-satunya yang benar. Semoga informasinya bermanfaat. Jika ada kritik dan saran, langsung tulis di kolom komentar situs ini, ya!

Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *