Samudrapikiran.com – Haid merupakan siklus bulanan yang dialami oleh kalangan perempuan. Bagi seorang muslimah, ketika darah haid berhenti, tiba saatnya untuk melakukan mandi janabah atau junub guna menghilangkan hadats besar. Mandi wajib, sebagai bagian dari ibadah, terdiri dari dua rukun utama, yaitu niat dan meratakan air ke seluruh tubuh.

Imam An-Nawawi Al-Bantani dalam kitab Sullamul Munajat menguraikan kedua rukun tersebut dan hal-hal yang perlu diperhatikan saat melakukan mandi wajib. Mari kita jabarkan secara detail:

و(فروض الغسل) أي أركانه للحي واجبا كان أو مندوبا (اثنان الأول: نية الطهارة للصلاة أو رفع الحدث الأكبر) فإن ترك التقييد بالأكبر كفي، وإن نوى الغسل فقط فلا (أو نحوهما) كنية الغسل للصلاة ورفع جنابة، وأن لم يعين سببها (بالقلب) كما في الوضوء (مع أول جزء يغسل من بدنه) مفروض لا مندوب كباطن فم وأنف، فلو اقترنت النية بمفروض من البدن كفي ولو من أسفل البدن ولو حالة استنجائه، لأن بدنه كعضو واحد فلا ترتيب فيه (فما غسله قبلها) أي النية (لا يصح فيجب إعادة غسله بعدها) أي النية

Artinya, “Adapun fardhu mandi yakni rukunnya, baik mandi wajib atau mandi sunnah, itu ada dua; (pertama) niat bersuci untuk shalat atau niat menghilangkan hadas besar) jika dalam lafal niat tidak menyebutkan ‘untuk menghilangkan hadas besar’ tidak mengapa, tapi jika hanya ‘meniatkan mandi’ saja tidak cukup. Atau cukup dengan niat mandi untuk shalat dan untuk menghilangkan janabah, sekalipun tidak menentukan sebab mandi.

1. Niat Mandi Wajib

Menurut penjelasan Imam Nawawi Al-Bantani, terdapat beberapa poin penting terkait niat yang sering luput dari perhatian:

  • Pertama, niat harus diucapkan dalam hati secara bersamaan dengan saat pertama kali mengguyurkan air ke badan. Niat yang diucapkan secara lisan bertujuan untuk memantapkan apa yang telah diniatkan dalam hati.
  • Kedua, tidak cukup hanya meniatkan mandi saja, contohnya; dengan mengucapkan ‘saya niat mandi’. Melainkan, harus disertai dengan melafalkan niat yang menjelaskan bahwa mandi yang dilakukan adalah mandi wajib, seperti ‘aku niat mandi fardhu karena Allah ta’ala’. Atau bisa juga dengan lafal yang lebih lengkap, seperti ‘aku niat mandi untuk menghilangkan hadas besar karena Allah ta’ala’.
  • Ketiga, niat harus diucapkan saat pertama kali mengalirkan air ke anggota badan. Jika niat baru terlintas setelah pembasuhan atau di tengah-tengah pembasuhan, maka niat tersebut tidak sah dan wajib untuk mengulang pembasuhan sebelumnya.

Adapun lafal niat mandi wajib setelah haid adalah sebagai berikut:

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ اْلاَكْبَرِ مِنَ الْحَيْضِ فَرْضًا ِللهِ تَعَالَى

Nawaitu ghusla liraf’il hadatsil akbari minal haidhi fardhan lillaahi ta’aalaa.

Artinya: “Aku niat mandi untuk menghilangkan hadas besar disebabkan haid karena Allah Ta’ala.”

2. Meratakan Air

Selain niat, meratakan air ke seluruh badan juga merupakan bagian penting dari mandi wajib setelah haid. Dalam kitab yang sama, disebutkan bahwa air harus dipastikan mengalir ke semua anggota tubuh, termasuk sela-sela kuku, rambut, telinga dalam, dan daerah kewanitaan yang terlihat saat jongkok.

Dengan memperhatikan tata cara mandi wajib setelah haid ini, seorang muslimah dapat kembali suci dari hadats besar dan dapat melaksanakan kembali kewajibannya sebagai umat Islam, seperti shalat, puasa, dan ibadah lainnya. Semoga artikel ini bermanfaat bagi pembaca.

Sumber : Nu Online

Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *