Samudrapikiran.com – Kemajuan teknologi telah memudahkan berbagai macam sektor kehidupan, hadirnya kecerdasan buatan yang mampu melakukan sesuatu yang mirip seperti manusia menjadi terobosan baru yang memudahkan berbagi tugas atau pekerjaan.
Salah satu kecerdasan buatan yang akhir-akhir ini populer adalah Chat GPT yaitu bot yang mampu menjawab beragam pertanyaan, atau bahkan bisa untuk melakukan sesuatu sesuai perintah keinginan penggunanya misalnya membuat artikel, membuat cerita fiktif dan yang lain sebagainya.
Dalam dunia pendidikan penggunaan Chat GPT dapat membantu baik pendidik maupun peserta didik dalam mengembangkan pengetahuanya, misalnya sebagai pendidik bisa membuat materi presentasi dengan memanfaatkan Chat GPT.
Dan untuk peserta didik ketika tidak memahami materi tertentu bisa mengajukan pertanyaan ke Chat GPT untuk menemukan jawabannya.
Namun demikian di samping banyaknya dampak positif dari kemajuan teknologi tersebut ada dampak negatif yang tidak bisa diabaikan.
Ketergantungan terhadap penggunaan Chat GPT dalam proses pembelajaran akan berdampak pada menurunya daya nalar kritis dan kreatif peserta didik sehingga akan menghambat perkembangan intelektual mereka
Hal ini selaras dengan hasil penelitian dari Maulana, Dkk yang berjudul “Penggunaan Chatgpt Dalam Pendidikan Berdasarkan Perspektif Etika Akademik” yang menyatakan bahwa Dengan menggunakan alat ChatGPT tersebut memang dapat memudahkan dalam membuat suatu tulisan, namun efek negatif bagi mahasiswa adalah penurunnya daya nalar, berpikir kritis, pemecahan permasalahan, dan kreativitas mahasiswa dalam membuat karya tulis ilmiah.
Tugas-tugas dalam proses pembelajaran dimaksudkan untuk menjembatani proses perkembangan pengetahuan peserta didik dengan mencari solusi dari setiap tugas yang diberikan menggunakan ide dan kreatifitas dari pikiran mereka.
Chat GPT dengan sumber daya pengetahuanya yang begitu besar dan mampu untuk mengolah data tersebut dapat dimanfaatkan untuk menyelesaikan tugas-tugas tersebut khususnya yang berkaitan dengan kepenulisan.
Disinilah masalahnya, ketika peserta didik terbiasa menggunakan Chat GPT untuk menyelesaikan tugasnya, misalnya untuk membuat artikel ilmiah maka proses pengolahan ide ini akan digantikan oleh AI dan akan berdampak pada menurunya perkembangan kognitif mereka, karena proses berpikir yang seharusnya mereka lakukan digantikan oleh AI.
Ditambah lagi artikel hasil dari Chat GPT ini terkadang tidak akurat sehingga dalam kasus tertentu bisa saja akan menyebabkan pemerolehan informasi yang salah yang berakibat pada tidak sampainya pengetahuan yang akurat.
Menulis artikel secara manual dalam menyelesaikan tugas selain dapat menjaga orisinalitas ide dari peserta didik juga dapat membantu untuk memberikan stimulus ingatan supaya pengetahuan yang didapatkan dalam proses pembelajaran tidak mudah dilupakan.
Bayangkan jika tugas-tugas yang dihasilkan oleh peserta didik semua hasil dari AI, dimana pengetahuan tersebut hanya dilihat sekilas tanpa melewati memori mereka, sehingga informasi dan pengetahuan tersebut akan cepat menguap dan mudah dilupakan.
Tentunya hal ini akan berakibat pada menurunnya kualitas aspek kognitif peserta didik, padahal memperoleh pengetahuan di lembaga pendidikan menjadi salah satu tujuan utama yang diharapkan oleh stakeholder selain afektif, dan psikomotorik.
Jika di biarkan dan dianggap wajar maka tugas-tugas tersebut hanya akan menjadi lembaran-lembaran yang tidak bernilai , lebih lanjut lagi lembaga pendidikan hanya akan menghasilkan peserta didik yang memiliki pengetahuan yang minim, meskipun mendapatkan matrix akademis (nilai rapor/IPK) yang tinggi.
Apalagi di kemudian hari para peserta didik inilah yang nantinya menggantikan estafet di posisi-posisi penting di Negara ini menggantikan pendahulunya yang sudah purna tugas, dan bayangkan jika suatu hari nanti posisi-posisi penting tersebut diisi oleh orang yang tidak mampu berpikir dengan baik karena ketika dalam proses pembelajaran terlalu sering menggunakan AI, tentunya akan berakibat tidak baik terhadap berlangsungnya kehidupan bernegara
Hal ini tentu harus menjadi perhatian para pendidik supaya peserta didik menggunakan AI tidak untuk menggantikan tanggung jawab mereka dalam mengerjakan tugas-tugasnya.
Penggunaan AI untuk memudahkan dalam proses pembelajaran tentunya tidak menjadi masalah, misalnya menggunakan AI untuk mencari sumber referensi jurnal yang sesuai dengan apa yang akan ditulis oleh peserta didik.
Pendidik harus mampu memberikan pemahaman kepada peserta didik bahwa AI tidak lebih hanya sebagai alat yang digunakan untuk mengumpulkan informasi atau pengetahuan yang tersebar di internet.
Lebih lanjut lagi dalam pengolahan data tersebut sebaiknya peserta didik menggunakan pemikirannya masing-masing untuk membiasakan diri dalam memproses informasi tersebut, dan kemudian mengembangkanya termasuk dalam penulisan ulang dari sebuah artikel, meskipun saat ini sudah banyak AI yang bisa digunakan untuk memparafrase artikel, sebaiknya dalam proses pembelajaran peserta didik menulisnya secara manual.
Untuk mendeteksi penggunaan AI seorang pendidik juga harus memiliki pemahaman terhadap bagaimana perilaku AI itu sendiri, atau setidaknya mengetahui bagaimana cara mendeteksi tulisan yang dihasilkan AI, misalnya dengan menggunakan tools yang bisa mendeteksi apakah tulisan tersebut dihasilkan oleh AI atau bukan.
Salah satu contoh tools pendeteksi artikel dari hasil AI adalah Zero GPT, tools ini memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi berapa banyak kata dalam sebuah artikel yang dihasilkan dari AI dalam hitungan persen, dan menandai bagian mana kata atau kalimat yang dihasikan oleh AI.
Untuk itu penting bagi pakar-pakar pendidikan untuk merumuskan bagaimana kemajuan teknologi ini dapat dimanfaatkan dengan baik, namun tidak menggantikan tugas-tugas yang seharusnya dikerjakan oleh peserta didik.
Untuk menjadi Negara maju tentunya tidak mungkin jika mengabaikan perkembangan zaman beserta kemajuan teknologinya, untuk itu sangat penting untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat dalam penggunaan teknologi yang hanya sebagai alat untuk membantu dalam berbagai macam kebutuhan hidup termasuk dalam belajar, sehingga penggunaannya selaras dengan perkembangan sumber daya manusianya.