Hidayah merupakan salah satu anugerah terbesar yang diberikan Allah Swt kepada seluruh mahluk-Nya yang ada di muka bumi ini. Hal itu juga dialami dan dirasakan oleh teman baru saya yang berasal dari salah satu universitas swasta di Yogyakarta. Indah (nama samaran) memantapkan diri masuk Islam setelah sebelumnya memeluk agama Hindu pada bulan September tahun lalu. Banyak cerita unik hingga kejadian ‘luar biasa’ yang ia alami sebelum mengucapkan dua kalimat syahadat.
Tertarik masuk Islam karena masalah keluarga, lingkungan dan sosial media
Bermula dari kehidupannya yang baik-baik saja Indah merasa semuanya cukup. Tetapi setelah salah seorang terdekatnya meninggal, perasaan kesepian dan kurangnya dukungan di usia remaja melingkupi pikiran dan hatinya, juga masalah keluarga yang muncul membuat Indah merasa kehilangan arah dan semangat. Ia merasa butuh tempat untuk bercerita, mengadu, dan menggantungkan harapan-harapan yang ia impikan.
Pada saat-saat inilah dia mulai mempelajari lebih dalam pada agama sebelumnya guna mendapat ketenangan yang diharapkan. Tetapi 2 hal yang Ia dapat, tidak adanya ketenangan dan kurangnya respon positif dari sekitar karena perubahannya yang tiba-tiba. Indah juga sempat meminta bantuan kepada guru agama untuk mengajarinya membaca kitab, namun gurunya tidak bisa mengajarinya dengan alasan yang bisa diartikan dalam 2 sudut pandang. Entah beliau tidak bisa karena bukan bidangnya, atau memang benar-benar tidak bisa. Hal ini memunculkan pikiran baru dalam benak Indah.
Titik balik di mana Indah merasa sangat gelisah dan kebingungan, bersamaan dengan itu Ia mendapatkan hidayahnya melalui salah satu ayat Al-Qur’an yang lewat di beranda media sosialnya. Anehnya Ia merasakan ketenangan dan tidak lagi merasa kesepian. Ia pun mencoba untuk mempelajari secara diam-diam tentang agama Islam dari pelajaran agama di sekolah, teman, juga sosial media. Hal itu membuatnya merasa mungkin inilah obat yang selama ini Ia cari.
Syahadat sendiri dan sholat 5 waktu dengan ritual Hindu
Beberapa waktu setelahnya, Ia mencoba untuk mengucap dua kalimat syahadat di dalam kamarnya berbekal panduan dari internet. Namun Ia merasa hal tersebut belum sah, karena belum ada saksi. Indah juga dibingungkan bagaimana Ia harus beribadah karena Ia ingin sholat tetapi belum bisa. Akhirnya ia memutuskan untuk beribadah menggunakan ritual Hindu 5 waktu dalam sehari. “sebenarnya malu banget kalo cerita ini.” Ungkapnya kepada saya diiringi dengan gelak tawa bersama. Ia menggunakan kain untuk sajadah dan kain panjang sebagai mukena untuk sholat.
Saking semangatnya menjalankan sholat 5 waktu, ia sampai mengatur ulang tata letak barang-barang yang ada di kamarnya untuk membuat tempat khusus sholat agar tidak diketahui oleh keluarganya. Pernah suatu hari saat ia lupa mengunci pintu kamarnya saat pergi ke kamar mandi, setelah kembali ke kamarnya Ayahnya tiba-tiba sudah berada di kamarnya dan langsung bertanya kepadanya, apakah ia sholat?
“Ya aku bilang aja abis nyetrika gitu dan Alhamdulillah beliau percaya.” Setelah kejadian itu setiap kali keluar-masuk kamar pasti ia menguncinya, berjaga-jaga jika terjadi hal yang tidak diinginkan kembali terjadi.
Mimpi Ibu dan mengalami serangkaian kejadian-kejadian istimewa
Walaupun sudah mengucapkan dua kalimat syahadat, ibadah yang ia jalankan masih setengah-setengah seperti masih belum sholat sesuai aturan. Hingga saat scroll sosmed ia menemukan akun Instagram Mualaf Center Yogyakarta (MCY), ia pun bertukar pesan untuk menanyakan syarat muallaf dan konsultasi. Setelah melalui diskusi, akhirnya mereka sepakat untuk bertemu setelah menentukan tanggal.
“Aku sampe bikin target, pokoknya sebelum ulang tahun, aku harus bisa lancar do’a dan tata cara sholat.” Aneh bin ajaib, satu minggu sebelum ulang tahunnya, Ia dengan mudah menghafal doa-doa serta gerakan-gerakan sholat. Walhasil ia sudah menguasai tata cara sholat sebelum mengucap syahadat untuk kedua kalinya itu.
Indah pun antusias melengkapi syarat-syarat yang harus dibawa seperti pas foto, materai, KTP dan lain-lain. Malam hari sebelum hari H ia bermimpi didatangi Ibunya, “Di mimpi itu Ibuku bilang, beliau yang mau mengizinkan aku masuk Islam kepada Ayah gitu.” Ia mengatakan bahwa ini merupakan mimpi yang paling nyata dan membekas.
Pagi sebelum berangkat materai yang harus ia bawa kurang 1, lantas ia teringat bahwa Ayahnya sepertinya punya materai yang tidak terpakai, Indah memberanikan diri untuk meminta materai kepada Ayahnya, Beliau langsung memberikan materai itu tanpa bertanya untuk apa materai tersebut. Ia pun berangkat berbekal 5000 rupiah untuk print berkas-berkas yang dibutuhkan.
Waktu tempuh yang dibutuhkan dari rumah ke tempat Mualaf Center Yogyakarta kurang lebih 30 menit menjadi 15 menit saja karena setiap kali ia melewati persimpangan pasti lampu hijau sampai tiba di lokasi. “Ya Alhamdulillah, kaya diperlancar lah pokoknya sama Gusti Allah.” Sebelum sampai di Mualaf Center Yogyakarta, ia sempat berhenti sejenak di pinggir jalan persawahan, namun ia melihat ada ular sawah yang tak jauh darinya dan membuatnya takut sehingga langsung tancap gas ke lokasi.
“Mungkin disuruh cepet-cepet sampai lokasi kali, hahahaha…..” Sesampainya di MCY ia langsung disambut oleh salah satu pengurusnya. Rencana awal hanya ingin konsultasi, berakhir mengucap dua kalimat syahadat untuk kedua kalinya yang disaksikan oleh beberapa pihak MCY. Indah mengucap syahadat diiringi derai air mata. “Aku ngerasa lega, bebanku sedikit berkurang.” Ungkapnya dengan ceria, saya saja hampir menangis mendengarnya. Tak hanya mendapatkan sertifikat resmi dari MCY, melainkan juga seperangkat alat sholat, gamis dan amplop. Indah juga merasa haidnya tertunda sehari, karena keesokan hari setelahnya ia baru haid.
Merahasiakan keislamannya agar tak diketahui banyak orang
Indah meminta kepada pihak MYC agar tidak mengupload foto atau video dirinya bersyahadat di sosial media mereka karena masih takut diketahui terutama oleh keluarganya. Di awal-awal masuk Islam ia sama sekali tidak berani untuk sholat di tempat umum, ia lebih memilih sholat di musalla SPBU atau di rumahnya.
Perlahan Ia memutuskan memberi tau teman-temannya walaupun hanya sebatas teman kelas dan organisasi yang ia ikuti. Mereka merespon dengan antusias dan sangat membantu Indah dalam menjaga rahasia ini. Mereka juga memberi kemudahan Indah dalam beribadah dan membantu Indah saat membutuhkan bantuan.
Terkadang ia menggunakan hoodie sebagai pengganti kerudung jika keluar rumah atau menggunakan kerudung yang ditutupi hoodie lalu ketika sudah jauh dari rumah hoodie tersebut ia lepas. Namun di beberapa waktu tertentu ia lepas kerudung sebab kondisi tidak memungkinkan, di situlah ia merasa bersalah dan hati kecilnya menolak hal itu.
Pernah suatu saat Ayahnya bertanya kepadanya karena setiap kali keluar rumah pasti menggunakan pakaian tertutup seperti muslimah pada umumnya, ia hanya menjawab jika siang takut terkena sengatan panas matahari dan malam kedinginan, Ayahnya percaya-percaya saja.
Hampir memakan babi saat Nyepi
Awalnya ia tidak ingin memberi tahu hal ini kepada adiknya, namun setelah dipikir-pikir dengan matang akhirnya ia memutuskan memberi tahu sebab ia menilai lebih dekat dengan adiknya dari keluarga yang lain, hal ini ia lakukan untuk berjaga-jaga jika di kemudian hari ada hal yang tidak diinginkan terjadi.
“Waktu itu kebetulan Ayah dan Kakak tidak ada di rumah karena ada acara keluarga, di rumah cuma tinggal berdua aja sama adik, jadi aku cerita ke dia.” Sang Adik menangis setelah selesai mendengar semua ceritanya dan Indah berharap hal itu bisa memotivasi adiknya untuk masuk Islam secara suka rela, tanpa paksaan.
Nyatanya hal itu sangat membantu ketika dalam kondisi terdesak, misalkan saat perayaan Nyepi kemarin. Walaupun ia tak bisa menghindar ketika diajak beribadah ke Pura, setidaknya ia lolos dari memakan daging babi yang diberi setelah ritual keagamaan. “Aku ajak adikku keluar, jadi dia yang makan walau gak dihabiskan semua.”
Ketakutan terbesar kedua setelah masuk Islam
Di samping jika Ayahnya tahu ia masuk Islam tanpa izin kuliahnya bisa putus, tidak punya tempat tinggal gara-gara diusir, dan belum siap melihat wajah kecewa mereka. Indah juga memiliki ketakukan akan nantinya disaat dia meninggal dan tidak ada keluarga yang tahu bahwa ia memeluk agama Islam, mereka akan mengurus jenazahnya bukan menggunakan tata cara Islam melainkan menggunakan ritual Hindu apalagi kalau bukan dikremasi.
“Aku sampai overthinking, takut beneran itu terjadi seperti kejadian-kejadian yang pernah aku dengar.” Ucap Indah dengan nada khawatir kepada saya. Maka dari itu ia mengantisipasi dengan memberi tahu adiknya nomer-nomer yang sekiranya bisa dimintai tolong jika hal itu benar-benar terjadi hingga menitipkan sertifikat Islamnya kepada temannya yang berbeda kampus.
Tetapi ia berharap suatu saat bisa menjalankan agama Islam dengan kaffah layaknya muslim-muslimah pada umumnya.[]