Gaya Hidup

Job Hugging , Fenomena Bertahan di Pekerjaan Lama di Tengah Ketidakpastian Ekonomi

Gambar : Freepik

Samudrapikiran.com Belakangan ini istilah job hugging semakin sering diperbincangkan, khususnya di kalangan profesional dan pencari kerja. Fenomena ini mencerminkan kondisi di mana seorang pekerja memilih bertahan di satu pekerjaan untuk jangka waktu panjang, meskipun tidak sepenuhnya merasa cocok. Bukan tanpa alasan, tren ini muncul seiring dengan meningkatnya ketidakpastian ekonomi global, melambatnya perekrutan tenaga kerja, hingga kecemasan terhadap dampak teknologi kecerdasan buatan (AI) pada dunia kerja.

Apa Itu Job Hugging?

Secara harfiah, job hugging dapat diartikan sebagai “memeluk pekerjaan”. Dalam praktiknya, istilah ini merujuk pada kecenderungan seseorang bertahan pada pekerjaan saat ini karena faktor keamanan dan stabilitas, meskipun sebenarnya ada peluang lain di luar sana.

Pakar karier menyebutkan bahwa job hugging bisa menjadi pilihan yang rasional dalam situasi tertentu. Misalnya, ketika perusahaan menawarkan fasilitas stabil, tunjangan keluarga, hingga peluang pengembangan keterampilan. Namun, jika bertahan hanya didorong oleh rasa takut dan minimnya keberanian mengambil langkah baru, fenomena ini justru bisa menghambat perkembangan karier.

Mengapa Fenomena Ini Meningkat?

Ada beberapa faktor yang mendorong job hugging kian marak, antara lain:

  • Pertumbuhan perekrutan yang melambat di sejumlah negara, termasuk Amerika Serikat dan Inggris.

  • Kebijakan perusahaan yang lebih berhati-hati, di mana ekspansi digantikan dengan pemangkasan tenaga kerja.

  • Adopsi AI yang cepat, menimbulkan kekhawatiran apakah pekerjaan tertentu masih aman di masa depan.

  • Ketidakstabilan ekonomi global, mulai dari inflasi hingga kenaikan pajak bisnis yang menekan kepercayaan dunia usaha.

Kondisi tersebut menciptakan rasa cemas, sehingga banyak karyawan memilih tetap berada di zona nyaman ketimbang mengambil risiko mencari pekerjaan baru.

Dampak Positif Job Hugging

Fenomena ini tidak selalu berdampak buruk. Dalam konteks tertentu, job hugging bisa menjadi strategi bertahan hidup yang cerdas. Beberapa manfaat yang mungkin dirasakan pekerja antara lain:

  1. Keamanan Finansial dan Stabilitas Karier
    Pekerja tidak perlu menghadapi risiko kehilangan penghasilan secara tiba-tiba di tengah pasar kerja yang melemah.

  2. Akses pada Tunjangan dan Perlindungan
    Banyak perusahaan besar menawarkan fasilitas tambahan, seperti asuransi kesehatan hingga program pensiun, yang sulit didapat ketika berpindah kerja.

  3. Kesempatan Mengembangkan Keterampilan Internal
    Meski tidak pindah ke perusahaan lain, karyawan tetap bisa memperkaya pengalaman melalui pelatihan internal atau proyek baru.

Risiko yang Harus Diwaspadai

Meski memberikan rasa aman, job hugging juga menyimpan sejumlah risiko jika dilakukan tanpa strategi jangka panjang:

  • Stagnasi Pendapatan
    Penelitian menunjukkan bahwa pekerja yang berpindah pekerjaan cenderung mendapatkan kenaikan gaji lebih signifikan dibanding mereka yang tetap bertahan.

  • Minim Pengembangan Diri
    Terlalu lama berada di zona nyaman dapat membuat pekerja kehilangan kesempatan mempelajari keterampilan baru yang relevan dengan pasar kerja.

  • Potensi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
    Perusahaan bisa saja menilai karyawan yang stagnan tidak lagi sesuai dengan standar kinerja.

  • Hambatan bagi Lulusan Baru
    Minimnya perputaran tenaga kerja di pasar membuat generasi baru kesulitan mendapatkan peluang kerja.

Fenomena Global, Bukan Sekadar Tren Lokal

Menariknya, job hugging bukan hanya terjadi di negara berkembang, tetapi juga di negara maju seperti Amerika Serikat dan Inggris. Data dari Departemen Tenaga Kerja AS menunjukkan tingkat berhenti kerja (resignation rate) berada di level terendah sejak 2016, hanya sekitar 2% pada awal 2025. Angka ini menandakan banyak pekerja lebih memilih bertahan dibanding mencoba peruntungan di tempat lain.

Hal serupa juga terjadi di Inggris. Kenaikan pajak bisnis yang diumumkan pemerintah pada 2025 ikut mengguncang kepercayaan dunia usaha. Akibatnya, banyak pekerja lebih mengutamakan stabilitas ketimbang mengejar peluang baru.

Haruskah Kita Job Hugging?

Fenomena ini sebaiknya dipandang sebagai sinyal penting untuk menilai kondisi karier masing-masing. Job hugging bisa menjadi strategi bijak jika:

  • Pekerjaan saat ini memberikan rasa aman dan stabilitas jangka panjang.

  • Perusahaan mendukung pengembangan keterampilan dan karier karyawan.

  • Ada fasilitas tambahan yang melindungi kebutuhan pekerja dan keluarganya.

Namun, jika bertahan hanya karena takut menghadapi perubahan, job hugging bisa menjadi jebakan yang justru menghambat kemajuan diri.

Kesimpulan

Fenomena job hugging mencerminkan dilema modern yang dihadapi banyak pekerja: antara bertahan di zona aman atau mengambil risiko untuk berkembang. Tidak ada jawaban tunggal yang benar, sebab keputusan setiap individu sangat bergantung pada kondisi pribadi, perusahaan, dan situasi ekonomi yang lebih luas.

Namun, satu hal yang pasti, setiap pekerja perlu terus menyiapkan diri menghadapi perubahan. Dengan begitu, bertahan di pekerjaan lama bukan sekadar “memeluk pekerjaan”, melainkan langkah strategis untuk menghadapi masa depan karier dengan lebih percaya diri.

Sebelumnya

Xiaomi 15T Pro Siap Meluncur ,Ponsel Flagship Alternatif dengan Dimensity 9400+, Kamera Canggih, dan Sertifikasi Global

Selanjutnya

Beasiswa GIST Korea Selatan Spring 2026 Resmi Dibuka, Ini Syarat dan Fasilitasnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Samudrapikiran.com