Tekno

Deepsik: AI Open-Source China yang Mengguncang Dominasi OpenAI

Gambar : Fajar

Samudrapikiran.com – Dunia kecerdasan buatan (AI) mengalami perubahan signifikan di awal 2025 dengan kemunculan Deepsik, sebuah AI revolusioner buatan China. AI ini bukan sekadar pesaing baru, tetapi juga menjadi ancaman nyata bagi dominasi OpenAI. Keunggulannya yang lebih murah, lebih efisien, dan bersifat open-source langsung menarik perhatian dunia teknologi dan geopolitik.

Inovasi Deepsik: Lebih Murah dan Efisien

Deepsik dikembangkan oleh sekelompok ahli machine learning dan keuangan di China. Awalnya hanya proyek sampingan, Deepsik justru berkembang menjadi model AI yang mampu menyaingi ChatGPT dengan biaya lebih rendah. Jika pengembangan AI besar seperti OpenAI membutuhkan dana hingga $10 juta, Deepsik hanya memerlukan $6 juta. Selain itu, biaya berlangganannya 95% lebih murah dibandingkan ChatGPT dan kompetitor lainnya, membuatnya lebih terjangkau bagi pengguna umum.

Keunggulan lainnya adalah sifat open-source, memungkinkan pengembang di seluruh dunia untuk berkontribusi dan meningkatkan performa AI ini. Langkah ini mengejutkan banyak pihak karena teknologi AI canggih biasanya dikembangkan secara tertutup oleh perusahaan besar.

Dampak Global: Nvidia dan OpenAI Terancam

Keunggulan Deepsik langsung memberikan dampak besar pada industri teknologi global. Salah satu efek paling nyata adalah turunnya harga saham Nvidia, perusahaan penyedia chip AI terbesar di dunia. Berbeda dengan OpenAI yang sangat bergantung pada perangkat keras Nvidia, Deepsik lebih efisien dan tidak memerlukan banyak unit GPU dari perusahaan tersebut.

Selain itu, OpenAI juga terkena dampaknya. Banyak pihak mulai mempertanyakan transparansi penggunaan dana perusahaan setelah muncul laporan bahwa CEO-nya, Sam Altman, lebih banyak mengalokasikan pendapatan untuk kepentingan pribadi. Dibandingkan dengan Deepsik yang mampu bersaing dengan sumber daya lebih sedikit, kritik terhadap OpenAI semakin meningkat.

Ancaman Geopolitik dan Reaksi Amerika Serikat

Kemunculan Deepsik juga memicu kekhawatiran negara-negara Barat. AI open-source buatan China dinilai dapat menjadi alat bagi pemerintah China untuk memperluas pengaruhnya. Salah satu indikasi yang memicu kecurigaan adalah adanya sensor dalam Deepsik yang tidak memberikan hasil terkait topik sensitif di China, seperti Tragedi Tiananmen. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah Deepsik benar-benar bebas atau tetap berada di bawah pengawasan pemerintah China.

Sebagai respons, Amerika Serikat mulai mengambil langkah strategis. CEO Meta, Mark Zuckerberg, mendesak pemerintah AS untuk lebih agresif dalam mendukung perusahaan teknologi domestik agar tetap unggul dalam persaingan AI global. Sementara itu, pemerintahan Donald Trump yang baru kembali menjabat berencana memperketat regulasi terhadap AI buatan China. Banyak analis bahkan memperkirakan Deepsik bisa menjadi pemicu perang dagang teknologi baru antara AS dan China, mirip dengan konflik Huawei beberapa tahun lalu.

Masa Depan AI: Peluang dan Tantangan

Deepsik telah membuka babak baru dalam persaingan AI global. Dengan harga lebih murah, efisiensi lebih tinggi, serta sifat open-source, AI ini berpotensi mengubah industri yang selama ini didominasi oleh perusahaan-perusahaan Barat. Namun, tantangan tetap ada. Isu geopolitik, transparansi, serta etika penggunaannya masih menjadi perdebatan panas.

Apakah Deepsik akan menjadi revolusi AI yang membawa manfaat bagi dunia, atau justru menjadi alat dalam persaingan geopolitik global? Jawabannya mungkin akan segera terungkap dalam waktu dekat.

Sebelumnya

Hukum Zakat Uang Kertas dalam Islam: Pandangan Ulama Klasik dan Kontemporer

Selanjutnya

Bahasa Arab Seputar Dapur untuk Pemula

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Samudrapikiran.com