Hukum Shalat dengan Pakaian Najis Tanpa Disadari, Apakah Wajib Diulang?
Samudrapikiran.com – Shalat merupakan ibadah yang memiliki aturan dan tata cara yang sangat rinci. Salah satu syarat sahnya shalat adalah keadaan yang suci dari najis, baik pada tubuh, pakaian, maupun tempat shalat. Namun, sering muncul pertanyaan di kalangan umat Islam: bagaimana jika seseorang baru mengetahui setelah shalat selesai bahwa di pakaiannya terdapat najis? Apakah shalatnya tetap sah atau harus diulang?
Kesucian sebagai Syarat Sah Shalat
Para ulama sepakat bahwa kebersihan dari najis merupakan syarat sah dalam shalat. Imam An-Nawawi dalam kitab al-Majmu’ Syarah al-Muhadzdzab menjelaskan bahwa kesucian dari hadas dan najis adalah dasar utama dalam ibadah. Tanpa kesucian, shalat dianggap tidak sah.
Imam An-Nawawi menegaskan bahwa ketentuan ini tidak hanya berlaku untuk shalat wajib, tetapi juga mencakup shalat sunnah, shalat jenazah, sujud tilawah, dan sujud syukur.
Beliau menulis:
وَسَوَاءٌ صَلَاةُ الْفَرْضِ وَالنَّفْلِ وَصَلَاةُ الْجِنَازَةِ وَسُجُودُ التِّلَاوَةِ وَالشُّكْرِ فَإِزَالَةُ النَّجَاسَةِ شَرْطٌ لِجَمِيعِهَا. هَذَا مَذْهَبُنَا، وَبِهِ قَالَ أَبُو حَنِيفَةَ وَأَحْمَدُ، وَجُمْهُورُ الْعُلَمَاءِ مِنَ السَّلَفِ وَالْخَلَفِ.
“Baik shalat fardhu maupun shalat sunnah, begitu pula shalat jenazah, sujud tilawah, dan sujud syukur, maka menghilangkan najis adalah syarat bagi semuanya. Inilah mazhab kami (Syafi’iyah), dan pendapat ini juga dikemukakan oleh Abu Hanifah, Ahmad bin Hanbal, serta mayoritas ulama dari kalangan salaf maupun khalaf.”
(Imam An-Nawawi, al-Majmu’ Syarah al-Muhadzdzab, Kairo: Idarat al-Thiba‘ah al-Muniriyyah, 1347 H, Jilid III, hlm. 139)
Pandangan Mazhab Syafi’i: Shalat Tidak Sah dan Wajib Diulang
Menurut Imam An-Nawawi, jika seseorang shalat dalam keadaan terdapat najis—meskipun tidak disengaja atau tidak diketahui sebelumnya—shalatnya tetap tidak sah dan wajib diulang. Hal ini karena menghilangkan najis termasuk syarat sah shalat yang tidak gugur hanya karena ketidaktahuan atau kelupaan.
Beliau menjelaskan:
( الشرح ) هذا الحديث سبق بيانه في باب إزالة النجاسة ، ومذهبنا أن إزالة النجاسة شرط في صحة الصلاة فإن علمها لم تصح صلاته بلا خلاف ، وإن نسيها أو جهلها فالمذهب أنه لا تصح صلاته ، وفيه خلاف نذكره حيث ذكره المصنف في أواخر الباب ، وسواء صلاة الفرض والنفل وصلاة الجنازة وسجود التلاوة والشكر ، فإزالة النجاسة شرط لجميعها ، هذا مذهبنا وبه قال أبو حنيفة وأحمد وجمهور العلماء من السلف والخلف.
“Mazhab kami (Syafi’iyah) berpendapat bahwa menghilangkan najis adalah syarat sah shalat. Jika seseorang mengetahui adanya najis, maka shalatnya tidak sah tanpa khilaf. Jika ia lupa atau tidak mengetahuinya, maka menurut mazhab Syafi’i, shalatnya tetap tidak sah. Hukum ini berlaku untuk semua jenis shalat, baik fardhu, sunnah, jenazah, sujud tilawah, maupun sujud syukur.”
(Imam An-Nawawi, al-Majmu’, Jilid III, hlm. 139)
Senada dengan itu, Imam Ramli dalam Nihayatul Muhtaj Ila Syarh al-Minhaj menjelaskan bahwa jika seseorang shalat dengan najis yang tidak dimaafkan (غير معفو عنه) pada pakaian, tubuh, atau tempat shalat, lalu baru mengetahuinya setelah selesai, maka wajib mengulang shalat menurut pendapat jadid (pendapat baru Imam Syafi’i).
( ولو ) ( صلى بنجس ) غير معفو عنه في ثوبه أو بدنه أو مكانه ( لم يعلمه ) حال ابتدائه لها ثم علم كونه فيها ( وجب القضاء في الجديد ) ؛ لأنها طهارة واجبة فلا تسقط بالجهل كطهارة الحدث والقديم أنه لا يجب.
“Jika seseorang shalat dengan najis yang tidak dimaafkan pada pakaiannya, tubuhnya, atau tempat shalatnya, dan baru mengetahuinya setelah selesai, maka menurut pendapat jadid Imam Syafi’i, wajib mengulang shalatnya. Sebab, bersuci dari najis adalah kewajiban yang tidak gugur karena ketidaktahuan, sebagaimana bersuci dari hadats.”
(Imam Syamsuddin ar-Ramli, Nihayatul Muhtaj, Beirut: Darul Fikr, 1984 M, Jilid II, hlm. 35)
Pendapat Ulama yang Tidak Mewajibkan Mengulang Shalat
Sementara itu, sebagian ulama memiliki pandangan berbeda. Ibnu Mundzir dalam al-Awsath fi as-Sunan wa al-Ijma’ wa al-Ikhtilaf menjelaskan bahwa seseorang yang baru mengetahui adanya najis setelah shalat tidak wajib mengulangi shalatnya.
وإذا صلى الرجل، ثم رأى في ثوبه نجاسة لم يكن علم بها، ألقى الثوب عن نفسه، وبنى على صلاته، فإن لم يعلم بها حتى فرغ من صلاته فلا إعادة عليه، يدل على ذلك أن النبي صلى الله عليه وسلم لم يعد ما مضى من الصلاة.
“Jika seseorang shalat lalu melihat najis pada pakaiannya yang sebelumnya tidak ia ketahui, maka ia cukup melepaskan pakaian itu dan melanjutkan shalatnya. Namun jika ia baru mengetahuinya setelah shalat selesai, maka tidak perlu mengulang shalatnya. Hal ini berdasarkan bahwa Nabi ﷺ tidak mengulang bagian shalat yang sudah dilakukan sebelumnya.”
(Ibnu Mundzir, al-Awsath, Kairo: Darul Falah, 2010 M, Jilid II, hlm. 288)
Pendapat serupa disampaikan oleh Ahmad Dardir Al-Maliki dalam Syarhul Shagir. Beliau menjelaskan bahwa orang yang shalat dengan pakaian atau tubuh bernajis karena lupa atau tidak tahu, maka shalatnya tetap sah. Hanya saja, disunnahkan mengulang selama waktu shalat masih ada sebagai bentuk kehati-hatian.
فإن صلى بالنجاسة ناسياً لها أو لم يعلم بها حتى فرغ منها فصلاته صحيحة، ويندب له إعادتها في الوقت، وكذا من عجز عن إزالتها لعدم ماء طهور أو لعدم قدرته على إزالتها به، ولم يجد ثوباً غير المتنجس، فإنه يصلى بالنجاسة وصلاته صحيحة، ويحرم عليه تأخيرها حتى يخرج الوقت.
“Apabila seseorang shalat dalam keadaan ada najis karena lupa atau tidak tahu hingga selesai shalat, maka shalatnya sah dan disunnahkan untuk diulang selama waktunya masih ada. Begitu pula jika tidak mampu menghilangkan najis karena tidak ada air suci atau pakaian lain, maka ia tetap wajib shalat dan ibadahnya sah. Namun, haram baginya menunda shalat hingga keluar waktunya.”
(Ahmad Dardir Al-Maliki, Syarhul Shagir, Kairo: Darul Ma’arif, Jilid I, hlm. 65)
Kesimpulan: Dua Pendapat yang Diakui dalam Fiqih
Dari berbagai penjelasan di atas, terdapat dua pendapat besar dalam fiqih:
- Pendapat Mazhab Syafi’i, Hanafi, dan sebagian Hanbali:
Shalat yang dilakukan dengan najis, meski tidak disadari, dianggap tidak sah dan wajib diulang. - Pendapat Ibnu Mundzir, Maliki, dan beberapa tabi’in:
Shalat tetap sah dan tidak wajib diulang jika najis baru diketahui setelah shalat selesai.
Bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas mengikuti mazhab Syafi’i, sikap kehati-hatian tetap diutamakan. Maka, jika seseorang mendapati najis di pakaiannya setelah shalat, sebaiknya mengulang shalat agar ibadahnya sempurna dan diterima di sisi Allah SWT.
Sumber : NU Online













