SamudraPikiran.com – Bisnis thrifting tengah menjadi perbincangan belakangan ini. Banyak pihak yang menyoroti keberadaan bisnis thrifting di Indonesia, salah satunya seperti Bennix dan Prof Rhenald Kasali. Keduanya sama-sama mengunggah video tentang thrifting di Youtube pribadi mereka. Akan tetapi, Bennix dan Prof Rhenald Kasali memiliki argumen dan pandangan yang berbeda terkait thrifting. Yang menjadi fokus disini bukanlah thrifting lokal, melainkan thrifting impor.

Sebelum kita menuju ke topik utama, penting untuk diketahui bahwa bisnis thrifting impor adalah tindakan ilegal dan dilarang di Indonesia. Pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang yang melarang kegiatan jual beli barang bekas tersebut. Aturan tersebut diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan.

“Setiap importir yang mengimpor barang dalam keadaan tidak baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah),” bunyi Pasal 111 UU 7/2014.

Berdasarkan Undang-Undang tersebut, para pelaku bisnis thrifting impor terancam sanksi pidana maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar. Ini membuktikan bahwa Pemerintah sangat serius dalam menghadapi masalah thrifting impor. Upaya dilakukan Pemerintah demi melindungi masyarakat Indonesia, terutama dari kalangan UMKM yang terdampak oleh bisnis thrifting impor.

Perbedaan Argumen Bennix dan Prof Rhenald Tentang Thrifting Impor

Source: Youtube Bennix

Bennix menyoroti thrifting dari sisi ekonomi, sementara Prof Rhenald Kasali mengamati thrifting dari sisi lingkungan. Menurut Bennix, bisnis thrifting impor dapat menghancurkan perekonomian tanah air. Ini ditandai dengan menurunnya permintaan terhadap produk tekstil lokal, banyaknya angka pengangguran, dan masih banyak lagi lainnya.

Sementara itu, Prof Rhenald lebih menekankan dampak buruk thrifting bagi lingkungan. Jumlah thrifting sangatlah besar, sehingga berpotensi membawa pengaruh buruk bagi lingkungan. Misalnya, thrifting pakai dapat menimbulkan pembuangan pakaian yang sangat besar, terutama di negara-negara yang ekonominya tidak begitu maju.

Agar lebih memahami terkait hal tersebut, mari kita membahas penjelasan dampak buruk thrifting menurut Bennix dan Prof Rhenald:

1.Hancurkan Ekonomi Negara

Bennix dan Prof Rhenald sependapat bahwa bisnis thrifting dapat menghancurkan ekonomi negara. Prof Rhenald mengatakan bahwa thrifting berdampak besar bagi perekonomian bangsa. Bahkan, bapak Presiden Jokowi saja sampai turun tangan untuk menyelamatkan industri tekstil di Indonesia.

“Trifting ini adalah kata yang sangat populer dan kemudian menimbulkan dampak yang luar biasa bagi perekonomian beragam bangsa. Kita sudah menyaksikan presiden sendiri sampai turun untuk menyelamatkan industri tekstil Indonesia, sekaligus lapangan pekerjaan di sana.” ujar Prof Rhenald melalui kanal youtube pribadinya.

Disisi lain, Bennix dengan tegas berani menyebut bahwa bisnis thrifting itu salah dan menghancurkan ekonomi bangsa. Jika orang-orang lebih banyak memilih untuk membeli pakaian bekas impor daripada baru, maka industri tekstil akan mengalami penurunan penjualan. Hal ini dapat menyebabkan penurunan produksi dan penurunan permintaan akan produk baru.

“Ketika kamu thrifting dan kamu beli baju bekas (impor) itu menyengsarakan Indonesia. Kamu sudah membunuh bukan cuma satu dua orang, bukan cuma 1000-2000, tapi ratusan ribu rakyat Indonesia yang kehilangan penghasilannya. Kenapa? Karena begitu banyak pabrik tekstil di Indonesia yang bangkrut karena kamu tidak bertanggung jawab dengan uang kamu.” ujar Bennix melalui YouTube Pribadinya @Bennix.

“Maksudnya apa? Begini, Indonesia ini kan terkenal dengan negara yang butuh lapangan kerja ya, yang orang-orangnya masih banyak yang nganggur. Ketika orang bikin pabrik untuk memproduksi pakaian, kemudian dia mau jual di pasar, dan ternyata di pasar hadir baju-baju yang dari impor bekas harga murah dan bermerek, apa yang terjadi? Orang akan berbondong-bondong beli kesana.” imbuhnya.

Sebenarnya, dampak buruk bisnis thrifting ini sudah pernah diteliti dan ditulis oleh Garth Frazer dalam sebuah Jurnal Ekonomi Dunia. Berdasarkan riset tersebut, bisnis thrifting sudah terbukti menghancurkan ekonomi negara di Afrika. Kehancuran ekonomi akibat bisnis thritifing itu terjadi di Afrika sekitar tahun 1980 hingga 2000, dan sampai saat inipun susah untuk bangkit lagi.

“Sudah ada hasil riset di jurnal ekonomi dunia, yang bikin namanya Garth Frazer. Dia udah menilai bagaimana industri pakaian bekas, dan bisnis-bisnis yang terkait dengan pakaian bekas, termasuk donasi pakaian bekas ke negara-negara di Afrika, ternyata menghancurkan perekonomian negara itu.” ujar Bennix, seperti yang dilansir dari channel YouTube pribadinya @Bennix.

“Jadi sudah terbukti di tahun 1980 sampai tahun 2000, sudah di riset program bantuan seperti donasi pakaian bekas ke Afrika menghancurkan 50% produksi dalam negeri mereka menjadi berkurang. Dan yang lebih sadis terjadi 60% pengurangan serapan tenaga kerja yang ada disana,” imbuhnya.

2.Berdampak Buruk Bagi Lingkungan

Bennix mengatakan ketika thrifting datang ke Indonesia secara bal-balan, ada yang hanya mengambil barang-barang mewah dan bermerek. Kemudian, ujung-ujungnya pakaian bekas yang sudah jelek itu disisihkan dan dibuang. Mayoritas thrifting itu masuk sebagai bal-bal-an sampah tidak bayar pajak, juga sebagian kecil masuk sebagai donasi, juga diakal-akalin masuk sebagai bahan daur ulang, semuanya tidak punya harga dasar, tidak ada cukai, tidak standar higienitas, masuk ilegal, dan tidak memikirkan dampak lingkungan juga. Pakaian bekas yang dibuang ke sungai atau lingkungan lainnya dapat memberikan dampak buruk, mulai dari mencemari lingkungan hingga mengganggu ekosistem.

Menurut Prof Rhenald, berbagai barang bekas di negara asalnya di ekspor ke negara lain sebagai sampah dan, akan berakhir menjadi sampah.

“Jumlahnya (barang bekas thrifting) kan besar sekali ini. Ini perlu kita pahami bahwa dampak terhadap lingkungan hidup ini sangat besar sekali, dan menimbulkan tempat-tempat pembuangan pakaian yang sangat besar, terutama di negara-negara yang ekonominya tidak begitu maju.” ujar Prof Rhenald.

Thrifting di bidang pakaian bekas memang memiliki market yang sangat besar. Sayangnya, pakaian bekas yang tidak dipakai akan menumpuk dan menjadi sampah. Tak hanya itu, pakaian bekas tersebut juga dapat menimbulkan berbagai persoalan baru, yang dapat merusak lingkungan.

“Ada banyak sekali tempat-tempat untuk menumpuk sampah-sampah ini dan menimbulkan persoalan-persoalan baru. Bahkan juga menimbulkan Toxic yang sangat besar, terutama dari zat pewarna, zat kimia, bahan-bahan untuk mencucinya. Itu sampai mengalir ke sungai, dari sungai mengalir ke laut.” ucap Prof Rhenald.

Pakaian bekas dengan kandungan zat pewarna dan zat kimia yang dibuang ke sungai bisa menjadi bahaya serius bagi lingkungan dan organisme hidup di dalamnya, salah satunya adalah mencemarkan air. Zat pewarna dan zat kimia dalam pakaian bekas dapat mencemari air sungai dan mengubah kualitas air secara drastis, sehingga menyebabkan gangguan pada ekosistem air, termasuk mengancam kehidupan organisme air seperti ikan, tumbuhan air, dan makhluk hidup lainnya, belum termasuk organisme mini dan mikro seperti bakteri, kutu, virus, penyakit bekas orang mati dan sakit, yang melintas antar negara dan pulau akibat baju bekas import ini.

“Oleh karena itulah, maka perlu kita jaga alam ini. Jangan sampai kita konsumsi jadi tidak sadar diri. Setiap Minggu kita berbelanja, kita selalu mempunyai pakaian baru karena murah dan akibatnya kemudian merusak lingkungan. Jadi siapa yang harus kita bela? inilah dilema dalam kehidupan di abad 21 ini, di era sosial media ketika thrifting telah menjadi gaya hidup.” imbuhnya.

Nah, begitulah argumen Bennix dan Prof Rhenald mengenai bisnis thrifting. Pada intinya, bisnis thrifting dapat memberikan dampak buruk, baik dari sektor ekonomi maupun lingkungan. Dari pendapat Bennix dan Prof Rhenald tentang thrifting, mana menurutmu yang lebih relevan dengan masyarakat Indonesia saat ini?

Cara Mendapatkan Pakaian Branded Baru Tanpa Harus Thrifting

Sumber gambar dari Tiktok @BrandedByVita  dan Shopee Warnamu.com

Banyak jalan yang bisa kamu lakukan untuk memiliki dan mengenakan pakaian branded baru tanpa harus thrifting. Yups, salah satunya dengan membeli pakaian sisa ekspor. Daripada membeli baju thrifting yang jelas-jelas merugikan ekonomi negara, lebih

“Beli barang sisa ekspor itu jauh lebih bermanfaat, Kenapa? karena pabriknya di Indonesia. Kamu tahu pabrik UNIQLO di mana? Ada di Indonesia, Bro!. Kamu tau pabrik Adidas di mana? Ada di Indonesia. Pabrik H&M ada di mana? Ada di Indonesia. Belilah barang sisa ekspor. Ya mungkin barangnya cacat-cacat dikit segala macam, mungkin benangnya ada keluar, tapi ketika kamu beli itu harganya udah pasti lebih murah.” ujar Bennix.

“Jadi kamu bisa menyalurkan hasrat drifting diskon mu itu. Pada saat yang sama, kamu juga bisa tetap dapat brandnya. Jadi kamu dapat dua-duanya, tapi yang paling penting kamu menjadi pahlawan dengan membeli barang produksi lokal itu. Walaupun dia bekas, walaupun dia barang sisa ekspor, itu sama-sama menghemat duit, dan sama-sama mendukung serapan tenaga kerja, mendukung pertumbuhan ekonomi nasional dan industri tekstil yang ada di Indonesia.” ujar Bennix.

Salah satu toko penyedia pakaian sisa ekspor terbaik adalah  @BrandedByVita di Tiktok dan Warnamu.com di Shopee. Toko online yang satu ini memang khusus menjual pakaian sisa ekspor dari berbagai brand terkenal. Daripada membeli baju branded thrifting impor tapi bekas, lebih baik beli pakaian sisa ekspor tapi baru. Agar tidak tertipu barang palsu, pastikan kamu membeli pakaian sisa ekspor di tempat terpercaya seperti  @BrandedByVita di Tiktok dan Warnamu.com di Shopee yang terjamin baru, berkualitas, dan original.

Yuk, follow @BrandedByVita di Tiktok dan Warnamu.com di Shopee sekarang juga, dan pilih fashion favoritmu!

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *