Daftar Isi: [Sembunyikan] [Tampilkan]

Tata cara istinja seringkali dianggap sebagai hal yang sepele oleh kabanyakan orang. Mereka berasumsi bahwa istinja sekadar membersihkan kubul maupun dubur.

Istinja berasal dari mufrod bahasa arab “naja yanju” yang bermakna melepas diri atau memotong. Maksudnya adalah sebuah upaya untuk membebaskan diri dari kotoran yang ada di tubuhnya (kubul & dubur).

Sementara secara terminologi syariat, istinja merupakan tindakan membersihkan kotoran yang keluar dari kubul dan dubur dengan menggunakan air maupun batu dengan syarat tertentu. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat Muhammad Nawawi bin Umar al-Bantani, at-Tausyîh ‘alâ Ibni Qasim.

Agar lebih jelas, mari simak uraian berikut mengenai hukum dan juga tata cara istinja’ sesuai syariat islam!

Hukum istinja

Hukum istinja, terlebih setelah buang hajat adalah wajib. Ulama sudah menyepakati akan hal itu. Bahkan, sekalipun tidak diwajibkan, setiap orang yang selesai buang hajat akan merasa risih dan terdorong untuk membersihkannya. Hanya saja, ada yang melakukannya asal-asalan dan ada pula yang melakukannya sesuai syariat.

Allah berfirman dalam surat  At-Taubah ayat 108 yang berbunyi:

فِيْهِ رِجَالٌ يُحِبُّوْنَ أَنْ يَتَطَهَّرُوْا وَاللهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِيْنَ

“Di dalam masjid itu terdapat penduduk Quba yang bersuci dan membersihkan dirinya, Allah sangat cinta kepada hamba-Nya yang bersuci.”

Ayat tersebut menegaskan bahwa Allah sangat menyukai oranh yang bersih dan suci. Maka dari itulah, ulama sepakat bahwa istinja hukumnya wajib.

Alat istinja

Ada dua alat istinja yang bisa digunakan, yaitu air dan batu. Sebenarnya, selain batu, kita juga bisa memanfaatkan benda lain yang mempunyai fungsi dan sufat yang sama dengan syarat harus suci, bukan cair, bukan benda yang dimuliakan atau dimakan, dan yang pasti mampu membersihkan kotoran.

Adapaun dalil yang menyatakan air sebagai alat istinja yaitu sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik R.A. yang artinya:

“Bilamana Rasulullah saw masuk ke kamar kecil untuk buang hajat, maka saya (Anas ra) dan seorang anak seusia saya membawakan wadah berisi air dan satu tombak pendek, lalu beliau istinja dengan air tersebut.”

Sementara, dalil yang menjelaskan terkait kebolehan melakukan istinja dengan menggunakan batu yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud ra dalam kitab Bulighul Maram juz 1 halaman 122:

“Suatu ketika ketika Nabi saw buang air besar, lalu memerintahkan saya agar membawakannya tiga batu. Kebetulan, waktu itu saya hanya menemukan dua batu dan tidak menemukan satu batu lagi. Lalu saya mengambil kotoran binatang (yang sudah kering). Akhirnya, beliau pun mengambil kedua batu tersebut dan membuang kotoran binatang yang saya berikan. Bersabda, ‘Sesungguhnya kotoran binatang itu najis’.”

Imam Ahmad dan ad-Daraquthni meriwayatkan bahwasannya nabi memerintah, “I‘tini bi ghairiha” (Carikan saya benda yang lain sebagai ganti dari kotoran tadi). Apa maksudnya? Maksudnya adalah untuk bersuci dengan batu, syaratnya adalah harus 3 batu dan bisa juga lebih jika diperlukan.

Tata cara istinja

Ada tiga cara yang bisa kita pilih untuk beristinja, yaitu:

1. Beristinja dengan batu, lalu dilanjut dengan air

2. Beristinja dengan air

3. Beristinja dengan batu

Di antara pilihan nomor dua dan tiga, kita lebih baik menggunakan pilihan yang ke dua. Adapun jika kesulitan mendapatkan air, kita bisa menggunakan batu saja. Namun, beristinja dengan batu maupun benda lain serupa memiliki syarat atau ketentuan khusus. Di antaranya adalah:

  • Jumlah batu untuk istinja minimal tiga
  • Batu yang digunakan harus mampu membersihkan kotoran di kubul maupun dubur. Jika tiga batu belum cukup, maka harus mencari batu lagi untuk istinja.
  • Tidak ada najis lain di kubul atau dubur, kecuali tinja.
  • Najis tidak melewati pucuk zakar (hasyafah) atau lingkaran batas dubur (shafhah).
  • Najis masih dalam keadaan basah (belum kering)
  • Najis tidak mengenai tubih lain, seperti paha, selangkangan, dan lainnya.
  • Jika mustanji (orang yang beristinja) tidak mampu memenuhi ketentuan di atas, maka lebih baik beristinja dengan air.

Itulah penjelasan mengenai tata cara istinja dan hukumnya. Semoga bermanfaat!

 

 

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *