Memahami Konsep Mu‘rab dan Mabni dalam Nahwu, Kajian dari Alfiyah Ibnu Malik
Samudrapikiran.com – Dalam studi tata bahasa Arab (nahwu), dua istilah penting yang menjadi dasar analisis kalimat adalah mu‘rab dan mabni. Keduanya menjadi pondasi untuk memahami bagaimana sebuah kata berubah atau tetap bentuknya ketika berada dalam struktur kalimat. Pembahasan ini secara klasik dijelaskan secara mendalam dalam Alfiyah Ibnu Malik, kitab gramatika Arab yang berisi seribu bait syair tentang kaidah bahasa Arab.
1. Pengertian Mu‘rab dan Mabni
Secara sederhana, mu‘rab adalah kata yang mengalami perubahan di akhir katanya karena pengaruh posisi dalam kalimat. Perubahan ini disebut i‘rab, yang biasanya ditandai dengan harakat seperti dhammah, fathah, kasrah, atau sukun.
Sementara itu, mabni adalah kata yang tidak berubah bentuk akhirnya, apa pun posisi dan fungsinya dalam kalimat.
Ibnu Malik dalam bait pertamanya menjelaskan bahwa sebagian isim (kata benda) bersifat mu‘rab, sementara sebagian lainnya mabni. Kata yang mabni biasanya memiliki keserupaan dengan huruf, baik secara bentuk maupun makna.
وَالاسْمُ مِنْهُ مُعْرَبٌ وَمَبْنِي
Sebagian isim ada yang mu‘rab dan sebagian lainnya mabni, karena keserupaan yang dekat dengan huruf.
2. Faktor Keserupaan Isim dengan Huruf
Alfiyah menyebutkan bahwa isim bisa menjadi mabni jika memiliki kemiripan dengan huruf. Keserupaan ini terbagi dua:
-
Keserupaan wadh‘i (peletakan): seperti kata جئتنا (ji’tana), di mana susunannya menyerupai bentuk fi‘il (kata kerja).
-
Keserupaan ma‘nawi (maknawi): seperti kata متى (mata) atau هنا (huna), yang maknanya mendekati fungsi huruf (misalnya untuk menunjukkan waktu atau tempat).
Selain itu, isim juga bisa menjadi mabni karena menggantikan posisi fi‘il tanpa terpengaruh oleh amil (kata yang memengaruhi i‘rab) dan tanpa membutuhkan unsur lain.
3. Ciri Isim Mu‘rab
Ibnu Malik menjelaskan bahwa isim yang mu‘rab adalah isim yang terbebas dari keserupaan dengan huruf. Contohnya seperti kata أرضٍ (ardin) dan سماءٌ (samaa’). Kata-kata ini mengalami perubahan bentuk akhir ketika berubah posisi dalam kalimat.
وَمُعْرَبِ الأَسْمَاءِ مَا قَدْ سَلِمَا
Isim mu‘rab adalah isim yang terbebas dari keserupaan dengan huruf.
Artinya, selama sebuah kata tidak memiliki kemiripan bentuk atau fungsi dengan huruf, maka ia dapat di-i‘rab-kan sesuai posisinya.
4. Fi‘il yang Mabni dan Mu‘rab
Dalam kaidah nahwu, fi‘il (kata kerja) dibagi menjadi tiga: fi‘il madhi (lampau), fi‘il amr (perintah), dan fi‘il mudhari‘ (sedang/akan).
Ibnu Malik menjelaskan bahwa fi‘il madhi dan amr bersifat mabni, artinya bentuk akhirnya tetap. Sedangkan fi‘il mudhari‘ bersifat mu‘rab, selama tidak diakhiri dengan nun taukid atau nun inats.
Contohnya:
-
يَرُعْنَ (yaru‘na) – karena terdapat nun inats, maka tidak di-i‘rab.
-
يَرْعَى (yar‘a) – bersifat mu‘rab karena bebas dari kedua nun tersebut.
5. Huruf: Selalu Mabni
Berbeda dari isim dan fi‘il, huruf selalu bersifat mabni. Huruf tidak mengalami perubahan bentuk akhir karena tidak memiliki makna mandiri dan selalu berfungsi menghubungkan antar kata. Ibnu Malik bahkan menegaskan bahwa asal dari semua mabni adalah sukun.
Namun, dalam praktiknya, beberapa huruf bisa memiliki tanda lain seperti fathah, kasrah, atau dhammah. Misalnya:
-
أينَ (aina) – mabni dengan fathah
-
أمسِ (amsi) – mabni dengan kasrah
-
حيثُ (haitsu) – mabni dengan dhammah
-
كمْ (kam) – mabni dengan sukun
6. Tanda I‘rab pada Isim dan Fi‘il
Salah satu inti pembahasan nahwu adalah memahami tanda-tanda i‘rab. Dalam Alfiyah dijelaskan bahwa:
-
Rafa‘ (subjek) ditandai dengan dhammah
-
Nasab (objek) dengan fathah
-
Jarr (setelah huruf jar) dengan kasrah
-
Jazm (khusus untuk fi‘il) dengan sukun
Contoh:
-
رَفَعَ اللهُ عَبْدَهُ يَسُرُّ (Allah meninggikan hamba-Nya dengan gembira)
Pada kalimat ini, setiap posisi kata menunjukkan tanda i‘rab yang berbeda.
7. Ragam Kata Mabni dan Mu‘rab dalam Alfiyah
Ibnu Malik juga menguraikan berbagai bentuk khusus seperti:
-
Isim tasniyah (dua benda) seperti اثنان dan اثنتان, di-rafa‘-kan dengan alif dan di-nasab serta di-jarr dengan ya’.
-
Jamak mudzakkar salim seperti مسلمون atau عاملون, di-rafa‘-kan dengan wawu, dan di-nasab serta di-jarr dengan ya’.
-
Isim manqus dan mu‘tal seperti مصطفى (musthafa) dan مرقى (murqa), di mana i‘rab-nya terkadang diperkirakan (taqdir) karena huruf akhirnya lemah.
Pemahaman terhadap mu‘rab dan mabni bukan hanya sekadar hafalan kaidah, tetapi menjadi dasar logika berbahasa Arab yang benar. Dengan memahami perbedaan keduanya, pelajar dapat menentukan posisi kata dalam kalimat secara tepat, mengenali fungsi sintaksis, serta menghindari kesalahan struktur dalam penulisan maupun percakapan.
Kitab Alfiyah Ibnu Malik menjadi rujukan utama di berbagai pesantren dan lembaga studi Arab karena sistematikanya yang padat namun logis. Pembahasan mu‘rab dan mabni di dalamnya mengajarkan bahwa bahasa Arab adalah sistem yang teratur, di mana setiap perubahan bentuk kata mencerminkan perubahan makna dan fungsi.
Kesimpulan
Mu‘rab dan mabni adalah dua konsep kunci dalam nahwu yang membentuk fondasi pemahaman tata bahasa Arab. Melalui bait-bait Alfiyah, Ibnu Malik tidak hanya menjelaskan teori, tetapi juga memberikan contoh aplikatif yang membantu penutur memahami dinamika kata dalam kalimat.
Dalam konteks pembelajaran modern, memahami mu‘rab dan mabni membantu pelajar melihat keindahan struktur bahasa Arab—bahwa setiap huruf, harakat, dan perubahan bentuk memiliki logika yang mendalam.













